REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah mengajukan usulan Raperda Pajak Rokok dalam RAPBD perubahan 2013.
Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Ida Mahmudah mengatakan dibuatnya Perda pajak rokok akan berdampak berkurangnya pengguna rokok di DKI Jakarta.
"Selama ini pemprov belum tegas dalam menerapkan Perda Kawasan Dilarang Merokok di tempat umum No 75 tahun 2005," ujarnya kepada Republika, Kamis (29/8).
Ida optimis dengan diterapkannya perda pajak rokok akan berimbas pada harga eceran rokok yang dibeli masyarakat. Dia berharap masyarakat akan semakin berkurang membeli rokok karena biaya tambahan yang akan dikeluarkan untuk membeli.
Pembuatan Perda tersebut diyakininya akan mengurangi pengguna rokok sebesar 5 hingga 10 persen. "Kita tidak bisa menentukan angka yang terlalu tinggi dalam mengurangi pengguna rokok," ujarnya.
Selain dapat mengurangi pengguna rokok, perda tersebut nantinya dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hasil pajak rokok nantinya diharapkan dapat dialokasikan untuk anggaran kesehatan.
Dampak perda ini pun tidak akan merugikan pedagang eceran rokok. Sebab, keuntungan dari penjualan rokok masih lebih kecil daripada keuntungan dari minuman dan makanan. "Bohong kalau adanya pajak rokok nantinya pedagang kaki lima mengeluhkan rugi," ujarnya.
Pajak rokok tidak akan mengurangi pendapatan mereka. Sebelumnya Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo beralasan pengajuan raperda pajak rokok untuk menutupi kebutuhan keuangan daerah yang tidak cukup.
Dalam raperda tersebut akan diatur objek dan subjek pajak, tarif pajak, dasar dan aturan penghitungan pajak, serta ketentuan masa pajak dan terutang pajak.