REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR mempertanyakan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mensyaratkan calon anggota DPD mesti berasal dari provisi domisili. Sebab, keputusan itu sulit direalisasikan di lapangan.
"Keputusan MK itu absurd," kata Wakil Ketua Komisi II, Arif Wibowo kepada wartawan di kompleks parlemen Senayan, Rabu (26/5)
Arif menyatakan, membuktikan keaslian domisili sulit dilakukan. Sebab, seseorang bisa saja beralamat di wilayah tertentu di KTP-nya namun sehari-hari tidak tinggal di wilayah itu. "Membuktikannya bagaimana? Kalau mengacu ke KTP itu mudah disiasati," ujarnya.
Politisi PDI Perjuangan ini berpendapat tidak ada korelasi antara wilayah domisili dengan kinerja kedewanan. Menurut Arif setiap anggota dewan terpilih tidak hanya memiliki kewajiban membela daerah asalnya tetapi juga daerah lain demi kepentingan nasional.
"Tidak ada hubungannya memperjuangkan kepentingan daerah dengan syarat domisili," katanya.
Seperti diberitakan Republika, MK mengingatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar tidak mengabaikan verifikasi domisili calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Pengabaian syarat anggota DPD berdomisili di provinsi asal dinilai berdampak pada gugatan pada kemudian hari.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) MK, Janedjri M Gaffar mengingatkan putusan MK tentang Pasal 12 dan Pasal 67 UU 10/2008 mengenai pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD yang mensyaratkan anggota DPD harus berdomisili dari provinsi asal.
Sayangnya, kata Janedri, KPU mengabaikan aturan itu dan mengacu pada UU No 8/2012 tentang Pemilu yang membebaskan domisili calon anggota DPD. Menurut dia, hasil pemilu legislatif nanti sangat berpotensi bermasalah apabila penyelenggara pemilu tidak segera merevisi aturan tersebut.
"Sangat besar peluangnya anggota DPD yang jadi nanti digugat akibat verifikasi domisili yang diabaikan KPU," katanya.