Senin 24 Jun 2013 23:00 WIB

Presiden Minta Maaf ke Singapura dan Malaysia, Menteri Telan Ludah

Rep: Esthi Maharani/ Red: Mansyur Faqih
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) resmi meminta maaf atas bencana kebakaran dan asap yang terjadi di Riau. Bencana tersebut telah membuat Singapura dan Malaysia protes karena kabut asap melanda negara mereka.

Hal ini berseberangan dengan pernyataan beberapa menteri sebelumnya. Beberapa jajaran pemerintah enggan meminta maaf kepada dua negara tersebut karena bencana tersebut bukan kesalahan Indonesia. Sehingga, permintaan maaf itu seakan membuat para menteri terpaksa menelan ludah mereka sendiri. 

Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa misalnya, sempat mengatakan tidak ada permintaan maaf. "Tidak ada permintaan maaf, saya kira dari pihak Singapura juga  mengetahui bahwa ini selama bertahun-tahun kondisi sudah jauh lebih baik. Upaya-upaya pencegahan dari Indonesia telah membuahkan hasil," katanya belum lama ini.

Setelah pernyataan resmi SBY, Marty pun tak mau banyak bicara. Ia hanya berujar pernyataan SBY sudah sangat jelas. "Saya kira pernyataannya sudah sangat jelas. Saya kira sudah jelas sekali. Sangat mendalam dan jelas," katanya singkat setelah konferensi pers SBY usai, Senin (24/6).

Menteri ESDM, Jero Wacik pun sempat meminta agar Singapura dan Malaysia tidak membesar-besarkan adanya kabut asap. "Saya peringatkan teman-teman dari Malaysia, Singapura jangan terus karena ada asap, cerita-cerita ke dunia," katanya.

Menurutnya, jangan karena kondisi yang sedang susah lalu gembar-gembor ke dunia. "Waktu senang bareng-bareng, waktu susah jangan ribut ke dunia," katanya. 

Menko Kesra, Agung Laksono pun sempat meminta agar Singapura dan Malaysia tidak bersikap kekanak-kanakan karena bencana asap. Namun, sikap keras yang ditunjukkan oleh sejumlah menteri menjadi mentah dengan adanya pernyataan SBY yang secara lugas meminta maaf atas bencana yang diduga disebabkan oleh delapan perusahaan asal Malaysia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement