Rabu 19 Jun 2013 21:00 WIB

Direktur PT Indoguna Serasa Masuk 'Dunia Lain'

Rep: Irfan Fitrat/ Red: Djibril Muhammad
Direktur PT. Indoguna Utama yang menjadi tersangka dugaan suap impor daging sapi, Arya Abdi Effendi, berjalan memasuki mobil tahanan usai diperiksa KPK, Jakarta, Kamis dini hari (31/1).
Foto: Antara/Rosa Panggabean
Direktur PT. Indoguna Utama yang menjadi tersangka dugaan suap impor daging sapi, Arya Abdi Effendi, berjalan memasuki mobil tahanan usai diperiksa KPK, Jakarta, Kamis dini hari (31/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur PT Indoguna Utama, Arya Abdi Effendy, membacakan pledoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (19/6). Dalam nota pembelaannya itu, Arya alias Dio merasa menderita setelah meringkuk di dalam penjara.

Arya terseret dalam kasus dugaan korupsi pengajuan penambahan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian. Ia dituntut bersalah karena telah memberi atau menjanjikan uang senilai Rp 1,3 miliar kepada anggota Komisi I DPR RI, Luthfi Hasan Ishaaq, melalui perantara Ahmad Fathanah.

Meskipun, Arya mengklaim uang yang diambil Fathanah itu merupakan sumbangan kemanusiaan. "Niat baik berupa sumbangan kemanusiaan tersebut telah mengantarkan saya masuk ke dunia lain yang belum pernah terpikirkan dan terbayangkan," katanya.

Arya merujuk 'dunia lain' itu pada penjara dan hukum yang dia anggap kejam. Selama menjadi tersangka dan terdakwa, ia harus mendekam di dalam penjara. Kini, ia dituntut penjara pidana selama 4 tahun enam bulan karena perbuatannya.

"Satu hari bagai seribu hari, terlebih harus terpisah dengan istri dan anak," ujarnya.

Ketika membacakan nota pembelaannya, Arya tak kuasa menahan tangis. Terutama ketika ia membacakan keterangan ibunya, Maria Elizabeth Liman, yang ikut terseret dalam kasus dugaan korupsi.

Ia sempat berhenti sesaat untuk kemudian membacakan kembali pledoinya. Arya kembali tersedu-sedu ketika meminta maaf kepada istrinya yang juga hadir dalam persidangan. Pengunjung sidang pun ada yang terharu mendengar perkataan Arya.

Dalam nota pembelaannya, Arya bersikukuh uang senilai Rp 1 miliar merupakan bantuan kemanusian. Ia memberikan uang itu sesuai perintah Maria setelah Ahmad Fathanah memintanya.

Sesuai di persidangan, ia katakan, Fathanah meminta uang itu untuk sumbangan kemanusiaan, seminar dan dana operasional PKS. Karena itu, ia menilai uang senilai Rp 1 miliar itu tidak ada kaitannya untuk kepentingan Luthfi Hasan Ishaaq.

Arya juga mengakui PT Indoguna sudah mengeluarkan uang sejumlah Rp 300 juta. Uang itu merupakan permintaan Elda Devianne Adiningrat. Ia mengatakan, uang itu kemudian diambil staf Elda, Jerry.

Menurut dia, dana itu merupakan uang bensin untuk Elda karena telah membantu pengurusan penambahan kuota daging impor. Belakangan di persidangan, ia mengetahui uang itu diberikan Elda kepada Fathanah.

Oleh sebab itu, Arya merasa tidak bersalah dalam kasus ini karena uang yang mengalir dari Indoguna tidak ada kaitannya dengan Luthfi Hasan Ishaaq. Ia meminta majelis hakim untuk melepaskannya dari segala tuntutan. Namun jika majelis hakim berpendapat berbeda, Arya memohon hukuman yang seringan-ringannya.

Dalam pledoinya, Arya sempat mengutip pepatah lama, 'gara-gara nila setitik rusak susu sebelanga.' "Gara-gara berkenalan dengan ustad (Fathanah) dan Elda, telah membawa saya masuk ke penjara," kata dia.

Direktur Indoguna lainnya, Juard Effendi, juga membacakan nota pembelaan secara terpisah. Juard mengaku tidak mengetahui peruntukan uang Rp 1,3 miliar dari PT Indoguna. Akan tetapi, ia memang ikut mengantarkan uang senilai Rp 1 miliar ke mobil Ahmad Fathanah.

"Apakah saya bersalah karena angkat bungkusan untuk orang yang mengaku ustaz itu," ujar dia.

Salah satu penasihat hukum kedua terdakwa, Bambang Hartono, dalam pledoinya mengatakan, kliennya tidak mengenal Luthfi Hasan Ishaaq. Sehingga ia berpendapat, tidak mungkin kliennya memberikan bantuan pada orang yang tidak dikenal.

Ia menyebutkan uang Rp 300 juta diberikan kepada Elda sebagai uang jasa dan Rp 1 miliar untuk Fathanah sebagai sumbangan kemanusiaan, perjalanan ke daerah, dan seminar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement