REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengatakan tidak ada yang perlu dikhawatirkan terkait keberadaan mereka dalam koalisi sekretariat gabungan (setgab) pendukung pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Jika PKS memiliki pendapat berbeda, dalam koalisi presidential hal itu dinilai wajar. "Ini kan koalisi presidential, tidak harus selamanya berpendapat sama. Tapi kalau koalisi parlementer, memang harus sama," kata Ketua DPP PKS Sohibul Iman di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (19/6).
Wakil ketua DPR itu mengaku heran, saat PKS memiliki pendapat berbeda perhatian semua pihak seakan dilebihkan. Padahal, pada 2012 lalu, saat wacana kenaikan harga BBM juga dilontarkan pemerintah. Selain PKS, Partai Golkar juga memiliki pandangan berbeda.
"Kok waktu Golkar nggak sedemikian ribut. Begitu PKS ributnya luar biasa," ungkapnya.
Sohibul menegaskan, PKS akan menyerahkan sepenuhnya keberadaan mereka dalam koalisi kepada SBY sebagai pimpinan koalisi. Sebab dari awal, PKS terikat dalam koalisi juga berdasarkan kesepakatan dengan SBY.
Artinya, bila PKS memang akan dikeluarkan dari koalisi, juga harus berdasarkan pernyataan resmi SBY. Jika memang SBY mempertahankan PKS dalam koalisi, Sohibul melanjutkan, PKS tentu akan bersikap seperti biasa.
Tidak serta merta menjamin untuk menghentikan manuver atau menyamakan perbedaan. "Kan kembali lagi, ini koalisi presidential. Berbeda itu wajar," katanya menjelaskan.