REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Kejaksaan Negeri (Kejari) Purwakarta, lamban dalam menangani permasalahan indikasi perkara korupsi. Penyebabnya, institusi penegak hukum ini, tidak didukung dengan kinerja yang optimal dari lembaga auditor penghitung kerugian negara.
Dengan kata lain, mandegnya sejumlah kasus korupsi di wilayah ini, salah satunya diakibatkan lambatnya hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Kepala Kejaksaan Negeri Purwakarta, Sri Yatmi, mengatakan, karena kondisi ini Kejari Purwakarta harus melakukan terobosan baru. Salah satunya, dengan menggunakan jasa lembaga audit lain di luar BPK. Salah satunya, menggunakan jasa Inspektorat Kabupaten Purwakarta.
"Kami menggunakan jasa Inspektorat terhadap kasus dugaan korupsi yang melanda KPU Purwakarta," ujar Sri, kepada Republika, Senin (17/6).
Selain lembaga auditor di luar BPK, ia melanjutkan, institusi ini menggunakan tim ahli Politeknik Bandung. Khusus untuk tim ahli, mereka dilibatkan dalam kasus dugaan korupsi program peningkatan infrastruktur pedesaan (PPIP).
Sri Yatmi mengaku, audit kerugian keuangan memiliki kedudukan penting dalam kasus korupsi. Sebab, hasil dari audit itu akan terungkap potensi kerugian negara. Akan tetapi, ketika terjadi keterlambatan audit, maka kasus ini akan mengendap cukup lama. Termasuk, sejumlah kasus di Kejari Purwakarta ini.
Atas kondisi itu, instansinya tidak bisa terlalu lama menunggu. Sebab, akan berdampak pada proses hukum lanjutannya. Apalagi, kejaksaan memiliki komitmen untuk menuntaskan setiap kasus korupsi yang sedang ditangani. Dengan kondisi itu, kejaksaan tak bisa bergerak cepat.
Sri Yatmi menyebutkan, saat ini ada lima kasus dugaan korupsi yang ditangani kejaksaan. Satu di antaranya, statusnya sudah naik ke penuntutan. Yakni, kasus peningkatan Jl Simpang-Sukamulya. Dalam waktu dekat, kasus ini akan dilimpahkan ke pengadilan Tipikor.
Kemudian, empat kasus lainnya, tadinya menunggu hasil audit BPK. Namun, karena terlalu lama, maka kejaksaan terpaksa menggunakan lembaga audit inspektorat setempat. Kasus yang menggunakan inspektorat untuk menghitung kerugian negaranya, yakni dugaan korupsi yang terjadi di KPU Purwakarta.
Ada tiga kasus lagi, yakni bansos untuk klub olahraga Persipo, dengan total bantuanRp 900 juta. Bantuan bagi 29 cabang olahraga dengan leading sector Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga setempat, dengan jumlah bantuan Rp 828 juta. Serta, kasus PPIP, dengan nilai bantuan Rp 2,5 miliar.
"Sepertinya, untuk tiga kasus itu, kami juga akan gunakan inspektorat atau menunjuk lembaga auditor lain. Seperti, BPKP," katanya menjelaskan.
Cara seperti ini, diharapkan bisa mempercepat proses penyidikan petugas di kejaksaan. Supaya, kasus-kasus hukum tersebut segera mendapat penjelasan. Serta, kasusnya bisa tuntas di pengadilan.