REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA, BALI -- Sebanyak 78 tenaga kerja Indonesia yang ditahan terkait insiden kerusuhan di KJRI di Jeddah, Arab Saudi, akan dideportasi ke tanah air sebagai konsekuensi tindakan hukum yang menjerat mereka.
"Hal itu merupakan konsekuensi paling ringan yang mereka hadapi, jangankan di luar negeri, siapapun yang melakukan tindakan melanggar hukum di tanah air tentunya akan mendapat konsekuensi hukum," kata Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa di sela pertemuan tingkat menteri FEALAC ke-6 di Bali, Kamis (13/6).
Marty menjelaskan saat ini tim konsulat yang dikirimkan telah bekerja seoptimal mungkin guna melayani perpanjangan dokumen para warga negara Indonesia yang berkepentingan.
Pemerintah Arab Saudi pada akhir April telah menerbitkan "pemutihan" bagi para pekerja asing ilegal yang ingin mengurus status imigrasinya menjadi legal ataupun meninggalkan negara itu tanpa menjalani hukuman.
Kebijakan yang berlaku hingga 3 Juli itu membuka kesempatan bagi para TKI yang telah tinggal lama di Arab Saudi ("overstayer") yang kemudian memadati KJRI Jeddah untuk mengurus status keimigrasian mereka.
Karena keterbatasan sumber daya manusia, pelayanan KJRI Jeddah tidak optimal dan menyebabkan hilangnya kesabaran sekitar 43 ribu TKI yang telah mengantre untuk mendapatkan kemudahan tersebut
Seorang WNI dilaporkan meninggal akibat dehidrasi ketika kerusuhan yang disertai aksi pembakaran dan pengrusakan bangunan KJRI di Jeddah pada Ahad (9/4).
"Saat ini situasi sudah tenang, para petugas konsulat bekerja tanpa henti untuk melayani para WNI yang mengajukan permohonan," kata Menlu Marty.
Selain meningkatkan jumlah tenaga konsulat, pemerintah juga bermaksud untuk melobi pemerintah Arab Saudi agar mau memperpanjang kebijakan amnesti terhadap warga negara Indonesia di Arab Saudi yang tidak memiliki dokumen atau sudah habis masa berlakunya.