REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Komisi Pemberantasan Korupsi mendalami dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan para penerima SKL (Surat Keterangan Lunas) dalam Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Beberapa hal yang diselidiki KPK adalah berkaitan dengan kewajiban penerima SKL itu, KPK masih menyelidiki sehingga belum ada kesimpulan, apakah kewajibannya penerima SKL itu sudah sesuai atau belum, jangan-jangan ada tindak pidana korupsinya," kata Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK( Johan Budi di Jakarta, Selasa (11/6).
Johan mengungkapkan terdapat beberapa penyelesaian terkait BLBI dan sudah dikoordinasikan dengan Kejaksaan Agung.
"Ada yang terkait dengan tindak pidananya, penanganannya di Kejagung, soal pengembalian asetnya bekerja sama dengan Kementerian Keuangan dan kejaksaan selaku pengacara negara," tambah Johan.
Usai diperiksa KPK terkait penyelidikan tersebut, Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 2001-2004 Laksamana Sukardi mengatakan bahwa ada sidang kabinet yang membahas mengenai BLBI.
"Sidang bukan hanya membahas SKL, kalau diputuskan bukan di sidang kabinet tapi ada Tap MPR yang memberikan perintah pada presiden untuk memberikan kepastian hukum, pada zaman Ibu Mega, presiden masih mandataris MPR jadi ada tap MPR yang menyatakan kalau beliau melanggar itu bisa dimakzulkan," kata Laksamana seusai diperiksa selama sembilan jam di KPK.
Ia mengungkapkan, sejumlah obligor yang mendapatkan SKL antara lain adalah pengusaha Syamsul Nursalim yang juga menjadi tersangka BLBI di Kejagung namun berada di luar negeri.
"Mengenai obligornya sendiri, obligor yang diberikan banyak sekali seperti Syamsul Nursalim," ungkap Laksamana.
Laksamana mengungkapkan bahwa pemerian SKL adalah amanat sesuai TAP MPR No X tahun 2000.