REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPRD Sidoarjo, Jawa Timur, I Wayan Dendra, mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait beberapa pasal UU Nomor 12/1980. Ia bersama kuasa hukumnya, Muhammad Sholeh, mempermasalahkan mengenai aturan hak tunjangan pensiun di lembaga tertinggi atau tinggi negara.
Undang-undang itu mengatur hak pensiun pimpinan, mantan pimpinan, anggota serta bekas anggota MPR dan DPR. Dalam agenda sidang pendahuluan di MK, Kamis (2/5), Sholeh mengatakan, UU Nomor 12/1980 sudah tidak relevan. Karena anggota MPR atau DPR yang bekerja hanya lima tahun tidak selayaknya mendapatkan dana pensiun. "Melihat APBN itu untuk kemakmuran rakyat," kata dia.
Menurut Sholeh, pasal dalam undang-undang itu memberikan aturan tunjangan pensiun seumur hidup. Bahkan, ia katakan, setelah meninggal pun masih mendapatkan uang pensiun. Apalagi, Sholeh menyebut, aturan mengenai tunjangan juga sudah ada pada UU Nomor 27/2009.
Selain itu, tambahnya, UU Nomor 12/1980 juga tidak mengakomodasi lembaga seperti DPD. Sebab keberadaan lembaga ini memang baru muncul setelah undang-undang itu berlaku.
Padahal, menurut Sholeh, haknya secara politik sama seperti anggota DPR. Ia pun menilai aturan tunjangan pensiun pada UU No 12/1980 harus diuji kembali. Apalagi aturan itu membuat APBN justru dihamburkan untuk dana pensiun anggota dewan.
Dalam gugatannya, pemohon mengajukan pengujian pasal 12 hingga 21 dalam undang-undang tersebut.
Melihat gugatan ini, Majelis Hakim Konstitusi yang dipimpin Muhammad Alim memberikan beberapa masukan agar Wayan dan kuasa hukumnya memperbaiki permohonan. Majelis hakim melihat masih ada kekurangan dalam permohonan itu.
Seperti, uraian mengenai kedudukan hukum pemohon dan kerugian hak konstitusional pemohon karena undang-undang yang digugat. Majelis hakim memberikan waktu 14 hari bagi Wayan dan kuasa hukumnya untuk memperbaiki permohonannya.