Rabu 24 Apr 2013 18:15 WIB

PAN Siapkan Sekolah Politik Bagi Caleg Artis

Rep: Ira Sasmita/ Red: Heri Ruslan
Anggota DPR  dari FPAN, Eko Patrio.
Foto: Republika
Anggota DPR dari FPAN, Eko Patrio.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Puluhan nama selebritis mewarnai daftar bakal calon anggota legislatif (bacaleg) Partai Amanat Nasional (PAN) yang telah diserahkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Meski banyak nama-nama baru dalam dunia politik, PAN telah menyiapkan sekolah politik bagi caleg-caleg tersebut.

"Kami bekerja sama dengan lembaga konsultan politik, selama tiga bulan akan meningkatkan pendidikan politik bagi mereka. Tidak hanya artis, tapi caleg yang terbilang baru," kata Ketua Badan Pemenangan Pemilu PAN, Viva Yoga Mauladi, Rabu (24/4).

Melalui sekolah politik itu, caleg akan diajarkan pendidikan dasar politik. Kemampuan yang harus dimiliki saat bertugas di parlemen. Seperti penyusunan legislasi, bekerja dalam Pansus, Panja, dan alat kelengkapan lainnya. Caleg juga diajarkan cara bersosialisasi, kemampuan lobbying, dan bagaimana membangun komunikasi politik.

Bacaleg artis yang didaftarkan PAN, menurut Viva, terdiri dari dua kategori. Pertama, artis yang sebelumnya sudah lama menjadi kader PAN. Misalnya Eko Patrio dan Primus Yustisio. Kedua, artis yang memang belum menjadi kader. Contohnya, Anang Hermansyah, Jeremy Thomas, Gading Marten, dan Gisele Anastasia. Selain artis, beberapa pesohor dari latar belakang dunia olahraga juga maju menjadi bacaleg.

Sistem rekrutmen yang digunakan, menurut Viva pada dasarnya sama dengan cara menjaring semua bacaleg PAN. Namun diakuinya, beberapa pesohor memang datang langsung menyampaikan ketertarikannya bergabung dengan PAN. Meski begitu, tahapan seleksi yang dilakukan semuanya disamakan. Dimulai dengan seleksi psikotes, penandatanganan pakta integritas, uji kompetensi, kualitas, dan penilaian kapasitas. Selanjutnya, nama-nama itu akan dibawa Bapilu kepada pengurus DPP PAN. Untuk diberikan penilaian akhir hingga penempatan Dapil dan nomor urut.

 

"Menyangkut artis tidak melulu persoalan popularitas, tetapi bagaimana tingkat keterpilihannya. Karena popularitas tidak selalu berbanding lurus dengan elektabilitas," jelas anggota Komisi IV DPR tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement