Selasa 02 Apr 2013 13:36 WIB

BPK: Mayoritas Rekrutmen PNS Tak Sesuai Prosedur

Rep: M Akbar Widjaya/ Red: Heri Ruslan
 PNS bolos ditangkap petugas Satpol PP (ilustrasi).
Foto: Antara/Ampelsa
PNS bolos ditangkap petugas Satpol PP (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA –- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya berbagai pelanggaran dalam rekutmen pegawai negeri sipil (PNS). Pelanggaran itu misalnya soal syarat usia pelamar calon PNS yang tidak memenuhi kriteria namun tetap diluluskan.

“Pelamar yang tidak memenuhi syarat usia maksimal dapat mengikuti ujian dan dinyatakan lulus, serta diberikan NIP oleh BKN,” kata Ketua BPK, Hadi Poernomo kepada wartawan di kompleks MPR/DPR, Senayan Jakarta, Selasa (4/2).

Hadi menyatakan sebagian besar proses rekrutmen PNS belum memenuhi prosedur yang telah ditetapkan. Hasil pemeriksaan BPK menunjukan sistem penetapan formasi dan pengadaan PNS sejak 2007 hingga 2011 belum efektif.

Penetapan formasi dan pengadaan pegawai negeri sipil (PNS) yang tak sesuai prsoedur berpotensi merugikan keuangan negara. Berdasarkan ikhtisar laporan pemeriksaan BPK semester II 2012, jumlah PNS dari 2007 sampai 2011 bertambah rata-rata 12,38 persen pertahun.

Pada 2007 jumlah PNS sebanyak 4.067.201 dan pada 2011 menjadi sebanyak 4.570.818. Artinya dalam kurun waktu empat tahun terjadi penambahan jumlah PNS sebanyak 503.617 orang. “Sejalan dengan bertambahnya jumlah PNS belanja pegawai juga terus meningkat,” ujar Hadi.

Menurut Hadi belanja pegawai pemerintah pusat sepanjang 2007 menghabiskan anggaran Rp 90,42 triliun. Pada 2011 jumlah itu meningkat menjadi 180,62 triliun. Itu baru ditingkat pusat. Di tingkat daerah anggaran belanja untuk PNS jauh lebih besar. Pada 2007 belanja pegawai daerah mencapai Rp 119,25 triliun. Sedangkan pada 2011 meningkat menjadi Rp 226, 54 triliun.

Pengajuan usulan tambahan formasi PNS belum selaras dengan analisa kebutuhan dan beban kerja. Penambahan jumlah PNS juga tidak didukung data dan informasi kepegawaian yang akurat. “Padahal semua penambahan formasi PNS di daerah maupun pusat membebani APBN/APBD,” kata Hadi.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement