REPUBLIKA.CO.ID, GROGOL -- Harga bawang yang mencapai hingga 60 ribu perkilogram semakin menyulitkan para pengusaha kuliner. Tak hanya restoran besar, para pengusaha warung tegal (warteg) pun harus mencari cara agar bisnisnya tetap menguntungkan.
Siti (42) misalnya, pemilik warteg di wilayah Grogol Jakarta Barat ini terpaksa harus mengurangi penggunaan bawang di masakannya. “Biasanya buat tumis-tumisan pakai sekitar 20 bawang merah dan 15 bawang putih per sekali masak, sekarang saya kurangi lima buah,” katanya, saat ditemui di Jakarta, Kamis (14/3).
Meski khawatir pengurangan ini dapat mengurangi rasa, Siti tidak memiliki pilihan lain. “Pelanggan saya kebanyakan supir dan kondektur,kalau saya naikkan harga nanti pada pergi semua yang mau makan,” keluh Siti.
Tak hanya Siti, hal serupa pun dilakukan Karin, pengusaha restoran masakan Padang di Daan Mogot. Namun ia hanya mengurangi masak masakan yang memerlukan banyak bawang.
“Yang pakai banyak bawang seperti telur balado kita kurangi, jadinya yang banyak kita masak seperti ayam goreng,” terangnya.
Bila ada pembeli yang menanyakan mengapa telurnya sudah habis, Karin pun terpaksa mengatakan hanya membuat sedikit karena bawang mahal. “Harganya kami naikkan, tapi hanya yang pakai banyak bawang, biar pembeli bebas ganti menu yang lain,” ujar Karin.
Siti dan Karin mengatakan kenaikan bawang yang terus meroket setiap harinya dapat membuat usaha mereka gulung tikar.
“Kalau naiknya sampai 100 ribu per kilo,wah saya gak tahu lagi harus bagaimana. Saya ikutan demo saja kali ya?” kata Siti sambil bercanda. Namun, ia berharap kenaikan harga bawang ini segera ditangani pemerintah.
“Terserah deh caranya, mau impor mau maksa petani buat panen lebih banyak juga terserah, yang penting harga cepat normal, kasihan kami orang kecil,” keluhnya.