REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Pramono Anung mengusulkan kembali agar UU Politik mengatur secara khusus mengenai badan usaha milik partai. Tujuannya, agar ada pemasukan yang jelas kepada partai.
Selama ini, lanjut dia, tindak pidana korupsi terjadi karena besarnya biaya politik yang harus dikeluarkan. Apalagi selain sumbangan kader, partai tak punya sumber pemasukan yang jelas.
"Untuk jangka panjang, harus ada badan usaha milik parpol yang tidak boleh bersentuhan dengan APBN dan APBD," kata politisi PDI Perjuangan tersebut di Jakarta, Rabu (13/3).
Jika itu dilakukan, lanjutnya, tinggal melakukan kontrol keuangan terhadap pemasukan perusahaan tersebut kepada partai. Hal ini harus segera diatur untuk menghindari penyalahgunaan dan pembatasan jumlah sumbangan.
Dalam kajiannya, Pramono menyatakan, biaya politik untuk menjadi anggota DPR mahal. Untuk kalangan artis, setidaknya butuh biaya politik antara Rp 200-800 juta.
Sedangkan untuk aktivis, sebesar Rp 500 juta sampai Rp 1,2 miliar. Kemudian, Rp 800 juta sampai Rp 2 miliar untuk mantan anggota TNI dan Polri. Untuk pengusaha, bisa mengeluarkan antara Rp 1,2 miliar sampai Rp 6 miliar.
"Dari 21 informan, ada tiga orang yang pengeluarannya sampai Rp 6 miliar. Sedangkan untuk gaji anggota DPR hanya Rp 25-30 juta per bulan. Kalau tidak diatur, praktik-praktik seperti sekarang ini akan terus terjadi," ujar Pramono.