REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Program desa mandiri energi di Kabupaten Sleman terancam gagal. Penamanam Pohon Jarak yang dianggap dapat menjadi alternatif bahan bakar minyak (BBM) tidak tergarap dengan baik.
Kepala Seksi Pengendali Mutu Tanaman, Dinas Pertanian dan Kehutanan (Distanhut), Kabupaten Sleman, Sugianto mengatakan, penanaman pohon tersebut dinilai kurang menguntungkan. Akibatnya, banyak petani yang beralih tanam ke tumubuhan lain.
"Kemudian, lahan pohon tersebut pun menyusut," kata Sugianto belum lama ini.
Dia menyebutkan, ada tiga daerah yang merintis proyek tersebut yakni, Kecamatan Prambanan, Kalasan, dan Turi. Di Prambanan sendiri hanya tersisa 2 hektar lahan area awalnya seluas 20 hektar.
Sedangkan di Kalasan, dari 5 hektar, hanya bertahan setengah hektar. Namun untuk Turi, lahan percobaannya masih bertahan seluas setengah hektar.
Menurut Sugianto, berdasarkan laporatumbuhan tersebut tidak menghasilkan minyak, padahal dalam pelaksanaannya ada bantuan dana sebesar Rp 12 juta hingga Rp 15 juta per kecamatan, namun tetap tidak menutup ongkos produksi.
"Pohon jarak sebenarnya cocok ditanam di area marjinal yakni lahan yang mengandung sedikit kadar air," ujarnya.
Jika berhasil mengolah, kata Sugianto, biji jarak dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar. Dari eksperimen yang dilakukannya, setiap satu ons biji jarak, bisa untuk mendidihkan hingga tiga liter air.