REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Maraknya pembunuh yang memutilasi korbannya dinilai tak lepas dari peran media. Media disebut ikut bertanggung jawab karena acapkali mengekpos cara pembunuhan.
''Media memiliki gaung yang cukup besar, dan sangat berpengaruh," ujar Pengamat Sosial dan Peneliti Kajian Budaya Universitas Indonesia (UI), Devie Rahmawati, di Jakarta, Jumat (8/3)
Devie mengatakan model seperti itu terjadi di Jepang, dimana banyak model pembunuhan di Negeri Sakura itu yang terinspirasi dari komik Detektif Conan. Dalam komik karangan Gõshõ Aoyama itu, beragam model pembunuhan diekspos dengan karakter yang sulit diungkapkan. Dan kepolisian kerap kali dibuat kerepotan dengan intrik dan model pembunuhan. ''Mutilasi salah satu cara untuk menghilangkan jejak,'' kata Devie.
Menurut Devie, seseorang yang sudah membunuh diliputi rasa panik yang luar biasa sebab sudah mengilangkan nyawa orang. Dikatakan Devie, ada proses saat kepanikan terjadi, setelah itu akan muncul ketakutan dan rasa bersalah. Lalu sulit untuk menyelesaikan masalah.
Pada akhirnya si pembunuh mencari referensi untuk menghilangkan jejak. Referensi tersebut didapatkan dari media cetak atapun elektronik, seperti pemotongan bagian tubuh menjadi beberapa bagian dan dimasukkan dalam kantong. ''Ini kan alternatif penghilangan jejak namanya,'' sebut Devie.
Sementara kasus bunuh diri yang belakangan juga kerap terjadi menurut Devie kebanyakan repetisi atau pengulangan dari bunuh diri yang dilakukan artis. Seseorang yang mengidolai artisnya akan memotret cara hidup, bahkan cara membunuh diri sendiri.