REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur mengakui masih ada kekurangan dalam indeks pembangunan manusia (IPM) di Jatim saat ini.
Rendahnya IPM itu salah satunya dikarenakan masih banyaknya siswa di Jatim yang hanya mengandalkan Madrasah Diniyah Salafiyah, yang sangat sedikit mengajarkan ilmu umum, termasuk baca tulis dalam Bahasa Indonesia.
Hal itu disampaikan Gubernur Jatim, Soekarwo dalam acara sarasehan 'Menuju Jatim Lebih Baik Tinjauan Hukum dan Ekonomi', Kamis (7/3). Gubernur Jawa Timur yang juga akrab disapa Pakde Karwo ini mengatakan, IPM di Jatim memang punya cerita sendiri yang berbeda dengan provinsi lain.
"Budaya pesantren di Jatim yang cukup kuat membuat banyak siswa yang tidak mendapatkan pendidikan sesuai dengan kualifikasi indeks pembangunan manusia," ujar Pakde.
Ia menambahkan, di tengah pertumbuhan ekonomi Jatim yang mencapai 7,2 persen ternyata rata-rata waktu pendidikan seluruh penduduk di Jatim hanya 8,5 tahun. "Waktu pendidikan rata- rata di Jatim masih sangat rendah bila dibandingkan wilayah lain di Jawa," ujarnya kepada rekan wartawan usai acara sarasehan, Kamis (7/3).
Rendahnya waktu pendidikan ini, jelas dia, membuat angka buta huruf juga masih cukup banyak. Sedangkan disisi lain kultur pendidikan pesantren Diniyah Salafiyah yang tetap lebih memprioritaskan aspek keagamaan. Akhirnya ini bertahun-tahun membuat hegemoni tersendiri dalam kemajuan pendidikan di Jatim.
Pakde Karwo mencontohkan, masih banyak Pondok Diniyah Salafiyah yang hanya mengajarkan membaca tulis Arab gundul, dan tidak memprioritaskan pendidikan Bahasa Indonesia.
Akibatnya, banyak lulusan pendidikan Diniyah Salafiyah yang kemudian memiliki standar pembangunan manusia tidak sesuai kualifikasi. Yakni kemampuan membaca dalam bahasa Indonesia.
Pemprov Jatim mencatat ada 980 ribuan anak didik yang masuk dalam Madrasah Diniyah Salafiyah ini. "Angka itu termasuk sangat tinggi dan berpengaruh dalam pengukuran IPM, karena mereka berusia 7 sampai 17 tahun," ujar Pakde Karwo kepada Republika.
Untuk itu, pihaknya sudah berkoordinasi dengan pihak Pondok Pesantren yang masuk dalam Madrasah Diniyah Salafiyah yang tersebar di seluruh Jatim. Yaitu kerjasama tanpa mengurangi hegemoni lembaga pendidikan, dengan pengadaan paket pendidikan A untuk tingkat SD, B untuk tingkat SMP dan C untuk tingkat SMA. Tujuannya, agar para lulusan pondok ini juga memiliki kemampuan yang standar sesuai dengan ukuran IPM.