REPUBLIKA.CO.ID, PEKAN BARU -- Deputi Pemberdayaan Masyarakat Badan Narkotika Nasional (BNN) V Sambudiyono menuding pihak kejaksaan belum serius memerangi narkoba di Indonesia.
Menurutnya, kejaksaan terus menunda eksekusi mati terhadap 71 terpidana gembong narkoba. "Kita merasakan itu kontraproduktif dengan upaya BNN memerangi narkoba,"ujarnya, di Pekan baru, Selasa (5/3).
Sambudiyono menjelaskan, pelaksanaan eksekusi mati terpidana merupakan kewenangan dari pihak Kejaksaan. Berdasarkan catatan BNN, sebanyak 71 orang divonis hukuman mati, 51 narapidana diantaranya warga negara asing.
Namun, hingga kini belum ada satu pun yang dieksekusi. Sambudiyono mengatakan, eksekusi terakhir terhadap gembong narkoba terjadi pada 2003 di Medan, Provinsi Sumatera Utara.
"Sedangkan di dalam Lapas mereka (gembong narkoba) masih operasional dan kadang-kadang mereka jadi ATM," tegasnya.
Sambudiyono pun mengakui bahwa lambannya penindakan hukum dari pihak kejaksaan sudah mencederai itikad politik dari pemerintah untuk memerangi narkoba yang sudah tertuang dalam Instruksi Presiden No.39 Tahun 1999.
Di sisi lain, BNN terus berupaya agar timbul kesadaran dari masyarakat untuk berani memerangi peredaran narkoba di lingkungannya, akan jadi tidak efektif tanpa didukung dengan penegakan hukum.
"Kenapa eksekusi mati untuk kasus terorisme cepat, tapi begitu kasus narkoba lama," lanjut Sambudiyono.
Ia mengatakan ancaman terhadap narkoba di Indonesia sudah sangat membahayakan. Hasil penelitian BNN dengan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia periode 2011 menunjukkan angka prevalensi penyalahgunaan narkoba sebesar 2,2 persen atau setara dengan 3,8-4,2 juta orang.
Angka tersebut di bawah proyeksi angka prevalensi internasional, sebesar 2,32 persen dan juga naik dibandingkan angka prevalensi tahun 2008 yang mencapai 0,21 persen.