REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK – Bandara Internasional Lombok di Kabupaten Lombok Tengah dipenuhi puluhan pedagang asongan. Keberadaan pedagang itu membuat bandara yang baru diresmikan pada 20 Oktober 2011 lalu terlihat semrawut dan kumuh.
Republika mengunjungi bandara itu Jumat (1/3) pekan lalu. Kekumuhan dan kesemrawutan bandara mulai terlihat di toilet yang berada di luar pintu chek in. Uranior (tempat buang air kecil) tak berfungsi. Airnya tak menyala.
Wastafel (kran air) di toilet itu pun tak menyala. Lantai toilet kotor. Tak ada petugas yang membersihkan lantai itu. Di pelataran bandara, lantai yang terbuat dari marmer itu juga kesat. Kotor oleh debu yang menempel di lantai tersebut. Juga tak ada petugas yang membersihkan lantai itu.
Masih di dalam kompleks bandara, puluhan pedagang asongan berjejer di lintasan mobil pengantar. Mereka menjual aneka ragam makanan mulai dari makanan ringan hingga nasi bungkus.
Salah satu pedagang, Suriyah (40 tahun), warga Tanak Awu, Kabupaten Lombok Tengah, mengaku sudah berjualan di bandara sejak tiga bulan terakhir. Ia mulai berdagang pada pukul 07.00 WIT pagi hingga pukul 18.00 WIT petang.
Ia mengaku rata-rata mendapat omset sebesar Rp 50 ribu per hari dari dagangannya tersebut. Namun, jumlah itu harus dikurangi sebesar Rp 15 ribu untuk membayar ‘pajak’ pada pihak bandara agar bisa berdagang di situ.
"Bayar orang dalam bandara. Kalau tidak, tidak boleh berjualan di sini," kata Suriyah dalam logat khas Suku Sasaknya kepada Republika.
Suriyah tak mampu menjelaskan siapa orang dalam bandara yang dimaksud tersebut. Ia hanya tahu uang itu ia setorkan untuk orang yang bekerja di bandara.
Menurut Suriyah, jika ada pejabat nasional datang ke bandara ini, maka ia dan kawan-kawannya dilarang berjualan. Namun, jika sudah pergi, mereka kembali bisa berjualan di bandara.
Republika meliput peresmian Bandara Internasional Lombok ini pada 20 Oktober 2011 lalu. Pada saat itu, suasana bandara memang masih semrawut. Banyak masyarakat yang datang ke bandara untuk menonton pesawat terbang dan berjualan di sana.
Namun, setelah satu tahun lebih dari peresmian, suasana bandara yang seperti itu belum berubah. Hal tersebut terlihat kontras jika dibandingkan dengan status bandara yang bertaraf internasional. Apalagi, pemerintah saat ini tengah gencar menjadikan Lombok sebagai daerah tujuan wisata utama setelah Bali.