Senin 04 Mar 2013 17:00 WIB

Soal DCS Demokrat, Pengamat: KPU Jangan Dengarkan Menkumham

Rep: Muhammad Akbar Wijaya/ Red: Citra Listya Rini
Lambang KPU (ilustrasi).
Foto: Antara
Lambang KPU (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menyandarkan persoalan daftar caleg sementara (DCS) Partai Demokrat ke Kementrian Hukum dan HAM akan membawa konsekuensi etis bagi KPU. Pasalnya langkah tersebut mencermikan ketidakprofesionalan KPU dalam bekerja.

“Kemungkinannya KPU digugat di Dewan Kehormatan Pengawas Pemilu (DKPP),” kata pengamat politik Komite Pemilih Indonesia, Jeirry Sumampaw ketika dihubungi Republika di Jakarta, Senin (4/3).

Jeirry menyatakan KPU tidak boleh membuat keputusan yang bertendensi menguntungkan Partai Demokrat. Menurutnya, polemik yang terjadi di tubuh Partai Demokrat tidak boleh dicampuri KPU. Jangan ada diskriminasi karena akan menodai prinsip profesional.

Ditegaskan Jeirry, kerja KPU harus bebas dari intervensi politik. Untuk itu, ia menyayangkan sikap Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsuddin yang terkesan mengintervensi kerja KPU.

Jeirry juga mempersoalkan sikap KPU yang terkesan mau mengikuti arahan Amir. “Tidak etis Pak Amir memberi saran ke KPU. Apalagi dia juga pejabat tinggi di Partai Demokrat yang memiliki kepentingan,” kata Jeirry.

Sementara itu pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada, Fajrul Falakh menyatakan KPU tidak semestinya mengikuti saran menkumham. Fajrul mengatakan KPU mestinya mengacu pada UU pemilu dan AD/ART partai politik dalam mengambil keputusan.

Menurut Fajrul UU Pemilu tahun 2012 mengharuskan setiap partai politik untuk menyertai tandatangan ketua umum dan sekretaris jendral partai dalam proses penyerahan DCS. Bahwa kemudian terjadi persoalan di partai politik bersangkutan, Fajrul menyatakan tidak ada klausul dispensasi di UU Pemilu yang bisa menggantikan peraturan tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement