Rabu 20 Feb 2013 15:10 WIB

Pembahasan MRT Belum Final

Rep: Rina Tri Handayani/ Red: Djibril Muhammad
Gubernur DKI Jakarta, Jokowi.
Foto: IST
Gubernur DKI Jakarta, Jokowi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Public Hearing terkait pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) kembali dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.

Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo berharap dalam dengar pendapat publik tersebut terfokus terkait nilai investasi. Namun, dia mengaku masih meluas, sebab sebagian masyarakat belum setuju terhadap pembangunan MRT layang.

Direktur PT MRT, Tri Budi Raharjo memaparkan proyek dengan hitungan nilai investasi Rp 15,7 triliun tersebut akan dibangun sepanjang 15,7 kilometer.

Jalur layang dibangun sepanjang 9,8 kilometer dari Lebak Bulus hingga Singamaraja sedangkan jalur bawah tanah (subway) sepanjang 5,9 kilometer dari Singamangaraja hingga Bundaran HI.

Dia mengatakan tarif MRT tanpa subsidi dan Tansit-Oriented Development (TOD) mencapai Rp 34.940 dengan asumsi 174 ribu penumpang per hari. Rinciannya, basic price Rp 10.786, operasi dan pemeliharaan Rp 14.667. "Akan kecil jika ada bisnis," kata dia, Balai Kota, Jakarta, Rabu (20/2).

Sementara itu, tarif tiket bisa kecil hingga Rp 8.500 jika jumlah penumpang antara 174 ribu hingga 261,8 ribu penumpang per hari. Tanpa pendapatan properti, subsidi yang harus dibayarkan Rp 8,5 triliun untuk 23 tahun atau Rp 371 miliar per tahun.

Sementara itu, jika terdapat pengembangan properti subsidi Rp 2,6 triliun dalam 10 tahun atau Rp 264 miliar per tahun bahkan bisa tidak subsidi. 

Subsidi yang besar tersebut, menurut Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak, adanya TOD atau pengembangan bisnis di sekitar stasiun MRT akan membantu meringankan beban tarif.

Menurutnya, pendapatan TOD bisa digabungkan dari kompleks mall atau aktivitas lain. "Rasanya TOD itu salah satu pilihan," kata dia. 

Selain itu, dia menilai pembangunan MRT di bawah tanah hitungannya bisa lebih mahal dibanding elevated atau layang. Karena itu, dalam pembangunan MRT juga perlu melihat hal tersebut. 

Dia juga mengatakan pembangunan jalan di Jakarta yang masih memiliki rasio 6,2 persen harus ditambah dan intensif dengan perbaikan angkutan umum, MRT dan BRT.

Namun demikian, sebagian besar masyarakat khususnya yang tinggal di Fatmawati maupun pedagang pasar di Pasar Blok A, Cipete, dan Pasar Mede masih 'keukeuh' menolak pembangunan MRT layang. Dalam public hearing tersebut, pihak yang kontra juga menanyakan jumlah penumpang tersebut sulit dicapai di jalur tersebut.  

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengatakan masalah penumpang harus didampingi kebijakan seperti ganjil genap, pajak parkir yang tinggi, maupun jalan berbayar. Sehingga, diharapkan pengguna kendaraan pribadi beralih ke transportasi publik. 

Terkait subsidi MRT, Jokowi belum mengatakan setuju. Sebab, masih tergantung tender yang belum jelas. Selain itu, dia menilai jika dibangun bawah tanah biayanya bisa tiga kali lipat jika dikalkulasi. "Yang terpenting dibentuk tim evaluasi, pengkajian yang melibatkan masyaraskat," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement