REPUBLIKA.CO.ID, Arena menembak Pekan Olahraga Nasional (PON) Riau yang terletak di kawasan Sport Centre Rumbai Pekanbaru tampak kosong.
Rerumputan liar tumbuh memenuhi setiap sudut halaman pada areal bangunan megah itu. Dedaunan kering rontok dari pohon-pohon di dalam areal arena menembak berkelas nasional itu. Sampahnya berserakan.
Pada dinding pagar yang mengelilingi bangunan bertekstur minimalis, masih tertempel poster-poster. Terpampang wajah-wajah atlet menembak disana. Atlet itu didampingi burung serindit yang merupakan maskot PON XVIII 2012.
Kesan angker begitu kentara pada bangunan megah yang nilainya mencapai puluhan miliar rupiah. Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Riau Emrizal Pakis mengaku mengalami kendala dalam merawat bangunan tersebut.
"Untuk saat ini, kondisi arena menembak memang tidak terkontrol dengan baik karena masih dalam masa perawatan pihak ketiga (kontraktor)," katanya.
Warisan Pekan Olahraga Nasional XVIII 2012 itu memang mengisahkan cerita suram. Sesuram bangunannya. Pemerintah Daerah menaikkan anggaran pada proyek minimalis tersebut. Didahului dengan dengan merevisi peraturan daerah (Perda) yang ketika itu memang tengah memasuki masa kadaluwarsa.
Pembahasan atas rencana revisi Peraturan Daerah Provinsi Riau No. 6/2010 tentang Dana Pengikatan Tahun Jamak Pembangunan Arena Menembak Pekan Olahraga Nasional (PON) XVIII 2012 antara legislatif dan eksekutif. Proses pembahasannya, ketika itu berjalan alot.
Tarik ulur pun tak terhindarkan. Alhasil, terjadi indikasi kongkalikong antara legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun bergerak. Penyidik menyergap beberapa wakil rakyat dan pihak rekanan pengerja proyek arena menembak.
Hingga saat ini, KPK telah menetapkan sebanyak 14 orang tersangka terkait kasus dugaan suap atas rencana revisi perda terkait bangunan `angker` itu.
Diantaranya mantan Kepala Dispora Riau Lukman Abas, Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Olahraga pada Dispora Riau Eka Dharma Putra, Manager KSO pelaksana proyek PON Rahmat Sahputra serta sepuluh anggota DPRD Riau.
Kemudian dari hasil pengembangan dan pemeriksaan para saksi serta tersangka terdahulu, lembaga `super body` ini juga akhirnya menjerat Gubernur Riau HM Rusli Zainal yang juga diduga turut terlibat dalam `cinta segitiga` itu dengan merestui adanya `uang lelah` yang mengalir ke para oknum wakil rakyat.