REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Partai Golkar Hajriyanto Y Tohari mengaku prihatin dengan penetapan tersangka Gubernur Riau Rusli Zainal.
Kader Golkar itu tersangkut kasus dugaan suap kepada anggota DPRD terkait Revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2010 tentang Penambahan Biaya Arena Menembak PON Riau.
"Saya sudah kehabisan kata-kata. Tidak ada pilihan lagi selain prihatin dan mengelus dada," kata Hajriyanto kepada Republika, Jumat (8/2).
Hajriyanto menolak jika kasus korupsi politisi dikaitkan dengan partai politik. Menurutnya kendati kasus korupsi politisi terus bermunculan silih berganti bak ungkapan 'patah tumbuh hilang berganti', namun itu merupakan tanggung jawab individu.
"Tersangka korupsi adalah tersangka korupsi. Dan itu tindakan individual alias pribadi dan yang bertanggung jawab juga individu atau pribadi pula," ujarnya.
Partai politik, termasuk Golkar, tidak pernah memerintahkan kadernya korupsi. Menurutnya, tidak benar kalau maraknya kasus korupsi karena partai politik meminta sumbangan besar kepada para kadernya di legislatif dan eksekutif.
"Itu alasan saja. Dalih atau apologi saja. Dalih untuk menutupi perilaku koruptif dengan menjadikan partai sebagai alasan," katanya.
Hajriyanto mengatakan Partai memang meminta sumbangan, tetapi tidak memaksa. Menurutnya, pemaksaan hanya akan menciptakan kerusakan di semua sisi kehidupan.
DPP Golkar pun berharap mudah-mudahan sangkaan kepada Rusli tidak benar. Dia meminta Rusli mengikuti proses hukum dengan sebaik-baiknya. "Kami hormati proses hukum," katanya.