REPUBLIKA.CO.ID, CSW di perempatan Blok M jadi tonggak awal lahirnya kawasan kebayoran Baru. Kebayoran Baru, kata wartawan senior Republika "Abah" Alwi Shahab, dibangun sebagai Kota satelit baru. Sebab, Belanda memprediksi bakal banyak pendatang baru ke Batavia seusai PD II.
Prediksi Belanda, sekitar 2,5 juta pendatang akan memasuki Jakarta. Angka yang terbukti di periode berikutnya.
Namun sesusai perjanjian Konferensi Meja Bundar pada tahun 1949 mengubah peta perjalanan CSW. Seusai Belanda mengakui kedaulatan Indonesia, pembangunan Kebayoran baru berpindah tangan dari CSW kepada pemerintah Indonesia. Nama CSW pun beralih menjadi "Pembangunan Chusus Kotabaru Kebayoran" pada 1 Januari 1952.
CSW terus berkembang di tahun 1950-an bersamaan dengan pembangunan Kebayoran Baru. Saat dibangun, Kebayoran Baru dibagi menjadi blok-blok pembangunan. Ada Blok A hingga Blok S. Kini hanya ada beberapa nama blok yang bertahan sebagai nama tempat, salah satunya Blok M. Nah, hadirnya Blok M sebagai terminal dan pusat perbelanjaan pada 1950-an makin membuat padat wilayah CSW.
Di tahun 1960-an Blok M sudah menjadi sentral kegaiatan masyarakat karena jadi pusat transportasi di Jakarta. "Di sana jalur kendaraannya sangat ramai dari mulai bus tujuan Blok M Jawang hingga Jatinegara," kata Abah.
Bersamaan dengan itu, CSW pun jadi wilayah yang sering di lalui masyarakat. Wilayah CSW dan Blok M pun semakin berkembang di tahun 1962 saat Indonesia jadi tuan rumah pesta olahraga Ganefo. Letak yang berbatasan langsung dengan pusat kegiatan Ganefo di Senayan (utara CSW), membuat wilayah CSW berkembang pesat hingga ke selatan kebayoran Baru.
Sejak itulah mulailah terjadi pembangunan besar-besaran real estate dan perumahan masyarakat.