Jumat 07 Dec 2012 14:14 WIB

Aceng Fikri Dinilai Politisasi Tubuh Perempuan

Bupati Garut Aceng HM Fikri
Foto: Antara
Bupati Garut Aceng HM Fikri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar sosial Jaleswari Pramodhawardani mengatakan kasus pernikahan siri Bupati Garut Aceng HM Fikri tak sekadar pelanggaran etika, tetapi merupakan bentuk politisasi terhadap tubuh perempuan.

"Kita harus bicarakan ini secara lebih luas bagaimana tubuh perempuan telah direpresentasikan dan diekspos ke ranah publik apalagi menyangkut keperawanan," kata Jaleswari Pramodhawardani di Jakarta, Jumat (7/12).

Jaleswari Pramodhawardani menjadi salah satu pembicara dalam Talkshow DPD Perspektif Indonesia 'Bila Pejabat Publik Melanggar Hukum dan Etika' di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Peneliti di Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu mengatakan selama ini perempuan hanya dipandang dari kacamata orang lain, khususnya laki-laki.

"Pola pikir saat ini adalah tubuh perempuan harus suci yang ukurannya hanya selaput dara. Kalau selaput daranya sudah robek, seringkali ada pelabelan sebagai perempuan nakal dan sebagainya," katanya.

Dia mengatakan masyarakat Indonesia hidup dalam budaya patriarkal yang lebih mengedepankan peran laki-laki. Karena itu, bila ada perempuan yang ciri-cirinya sudah tidak suci, maka seolah-olah dianggap layak untuk diceraikan.

"Padahal tubuh perempuan, apalagi menyangkut keperawanan, adalah wilayah privat. Saat ini wilayah privat itu justru diekspos dengan gegap gempita oleh media ke wilayah publik," ucapnya.

Dia mengatakan masalah wilayah privat perempuan yang dibawa ke ranah publik bukan yang pertama kali terjadi. Sebelumnya, kata dia, pada 2010 Komisi IV DPRD Jambi pernah mengusulkan tes keperawanan bagi siswi sekolah.

"Hal serupa juga pernah terjadi di Bengkulu. Begitu juga dalam pelaksanaan Perda syariah di Aceh yang memandang tubuh perempuan hanya dari kacamata laki-laki sampai-sampai ada bupati menyatakan perempuan yang tidak menutupi tubuhnya justru menarik untuk diperkosa," tuturnya.

Dia mengatakan selama tidak ada perubahan pola pikir terhadap tubuh perempuan, maka kejadian itu akan terus terulang. Menurut dia, tidak hanya wilayah publik saja yang perlu keadilan. "Hal-hal privat pun harus ada sisi keadilan dan orang yang melanggar juga tetap harus diberi sanksi," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement