REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -— Belum satu semester berdiri, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) langsung unjuk taring. Tak tanggung-tanggung, beberapa anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan lembaga pengawas pemilu di berbagai daerah kehilangan jabatannya ketika lembaga kode etik penyelenggara pemilu pertama di dunia tersebut mengetuk palu.
Ketua DKPP, Jimly Asshiddiqie, menjelaskan pembentukan DKPP merupakan upaya untuk belajar menegakan sistem norma yang selama ini kurang berjalan. Diharapkan, peran DKPP dalam menjaga pelaksanaan kode etik para penyelenggara pemilu. DKPP juga memberikan sanksi kepada para penyelenggara pemilu yang terbukti melanggar kode etik.
‘’Pemecatan itu kita harapkan akan bisa memperbaiki penyelenggara pemilu, yaitu untuk mempresiapkan infrastruktur penyelenggara pemilu yang terpercaya,’’ katanya ketika dihubungi, Kamis (1/11).
Menurutnya, akhlak bangsa ini sedang mengalami kerusakan, sehingga harus dibenahi. Upaya pembenahan itu pun harus dimulai dari politik yang dianggap memiliki kondisi kerusakan paling parah. Untuk itu, lanjut dia, DKPP memprioritaskan ke pelaksanaan pemilu, yaitu melalui para penyelenggara yang memegang peran terbesar dari kesuksesan sebuah pesta demokrasi.
Secara jangka pendek, lanjutnya, tindakan DKPP dalam menegakkan etika di penyelenggara pemilu diharapkan dapat meningkatkan kualitas pada pemilu 2014. ‘’Dua tahun itu memang pendek, tapi kita optimis itu cukup lama untuk memperbaiki etika penyelenggara pemilu,’’ ucap dia.
Mengenai banyaknya pemecatan yang dilakukan DKPP, Jimly menilai hal itu sebagai potret pemilu Indonesia saat ini. Hanya saja, ia meminta agar tindakan pemecatan tersebut dilihat secara menyeluruh, bukan hanya kasus per kasus. Yaitu, sebagai upaya pendidikan publik untuk jangka panjang.
Ia pun menjamin kalau DKPP akan memberikan penilaian yang objektif dan tegas. Artinya, kalau memang bersalah, maka akan diberikan sanksi. Sementara kalau tidak terbukti, maka harus dibela.