Rabu 10 Oct 2012 21:34 WIB

UU KPK Bisa Dikeluarkan dari Perencanaan Legislasi

Rep: Esthi Maharani/ Red: Chairul Akhmad
Gedung KPK
Foto: Edwin Dwi Putranto/Republika
Gedung KPK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan menjadi satu keharusan. Karena, UU ini sebetulnya bisa dikeluarkan dari perencanaan legislasi di DPR.

Direktur Advokasi PSHK, Ronald Rofriandi, mengatakan satu UU yang masuk dan menjadi perencanaan bukan berarti tidak bisa dikeluarkan.

Desain perencanaan legislasi nasional melalui Prolegnas sesungguhnya bersifat fleksibel. Mulai dari bongkar pasang atau pertukaran antar satu RUU dengan RUU lainnya—untuk dijadikan sebagai prioritas—hingga tidak tuntasnya suatu RUU dibahas meskipun sudah masuk dalam prioritas tahunan.

“Ini menjadi sebuah preseden sendiri dan baik Pemerintah maupun DPR saling memakluminya," kata Ronald, Rabu (10/10).

Konkretnya adalah jika memang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak menyetujui pengusulan RUU KPK oleh DPR, maka tindak lanjutnya adalah apabila akhirnya DPR tetap mengusulkan RUU KPK dan kemudian mengajukannya kepada Presiden, maka Presiden seharusnya tidak mengeluarkan atau menerbitkan Surat Presiden/Surpres sebagai syarat formal dimulainya pembahasan suatu RUU bersama DPR.

"Dengan kata lain, ini adalah semacam "hak veto" Presiden terhadap RUU yang diusulkan dan diajukan oleh DPR," katanya. 

Argumentasi lainnya, lanjut dia, adalah pasal 20 ayat (3) UUD 1945. Di dalamnya disebutkan  bahwa jika suatu RUU tidak mendapatkan persetujuan bersama (oleh DPR dan Pemerintah), maka RUU tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu.

Di sini dapat dimaknai pada level "persetujuan bersama" saja sangat dimungkinkan adanya fleksibilitas, dalam artian ada satu pihak yang tidak setuju. Apalagi baru di tingkat perencanaan legislasi melalui Prolegnas. 

"Dengan demikian, khususnya bagi DPR, sangat beralasan untuk menghentikan penyusunan RUU KPK dan bersama Pemerintah mengeluarkannya dari Prolegnas," kata Ronald.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement