Rabu 10 Oct 2012 19:41 WIB

IPW Sebut SBY Mainkan Standar Ganda

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Hafidz Muftisany
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane (berbicara)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane (berbicara)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada Polri bahwa untuk menangani kasus di luar dugaan korupsi simulator SIM dinilai belum jelas maknanya.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan instruksi tersebut justru cenderung membingungkan. Ia bahkan menganggap instruksi itu sebagai strategi untuk menjadi palang pintu agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa bebas menjerat jendral di atas Inspektur Jenderal Djoko Susilo yang diduga terlibat.

Hal itu makin membingungkan tatkala ada pernyataan Presiden yang mengatakan kasus pengadaan barang dan jasa ditangani Polri. "Pernyataan ini terkesan melarang KPK menyentuh kasus-kasus pengadaan barang di Polri," ujar Neta saat dihubungi Republika, Rabu (10/10).

Padahal, lanjutnya, dugaan korupsi di balik pengadaan barang tergolong paling besar dibanding sektor lain. Oleh karena itu IPW menilai SBY memainkan politik standar ganda yang bisa membuat penegak hukum tidak konsisten.

Pernyataan SBY Senin lalu tentang penanganan kasus simulator SIM tak ubahnya pencitraan. Neta menambahkan, lewat penyataannya itu, SBY nyata-nyata berhasil mendapatkan pencitraan dan berbagai pujian disampaikan kepadanya padahal sesungguhnya pernyataannya sangat bersayap.

Neta juga menilai pidato Presiden tidak memihak siapa-siapa. Presiden hanya memihak pada upaya-upaya pencitraan dirinya sendiri.

Kendati demikian, Neta mengatakan nota kesepahaman antara KPK, Polri dan Kejaksaan dinilainya sudah cukup baik. Hanya saja yang diperlukan adalah jiwa besar dan niat elit-elit Polri yang benar-benar mau mendukung perubahan dan pemberantasan korupsi di internal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement