Selasa 09 Oct 2012 06:15 WIB

'Kejadian 5 Oktober tak Perlu Terjadi'

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad (dua dari kanan) bersama Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto saat konferensi pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Sabtu (6/10) dini hari.
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad (dua dari kanan) bersama Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto saat konferensi pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Sabtu (6/10) dini hari.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia Prof Nanat Fatah Natsir meminta kepada pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat supaya mengambil hikmah dari pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait konflik Komisi Pemberantasan Korupsi dengan Polri.

"Ambil hikmahnya saja supaya penanganan kasus apa pun harus cepat dan tepat. Kalau presiden cepat memberi instruksi terkait pengusutan dugaan korupsi simulator, tentu hal ini tidak akan terjadi," kata Nanat Fatah Natsir saat dihubungi dari Jakarta, Senin (8/10) malam.

Nanat mengatakan Susilo Bambang Yudhoyono sudah sempat memberikan pernyataan saat pidato menjelang 17 Agustus 2012 supaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) - Kepolisian Negara RI (Polri) bersinergi. Namun, dia menilai pernyataan itu masih kurang jelas dan tegas sehingga ditafsirkan kedua belah pihak berbeda.

"Kalau sejak dulu presiden langsung menginstruksikan agar kasus dugaan korupsi simulator ditangani KPK, mungkin kejadian 5 Oktober lalu tidak perlu terjadi," kata mantan Rektor UIN Bandung itu.

Namun, Nanat menyatakan dukungannya terhadap sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait konflik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)-Kepolisian RI (Polri).

"Sikap presiden sebagai seorang negarawan sangat positif, jernih dan tidak berpihak. Presiden mendudukkan perkara itu secara pas," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement