Jumat 28 Sep 2012 09:33 WIB

Beberapa Elite Politik Gaungkan Amandemen UUD

Wakil Ketua MPR, Lukman Hakim Saifudin (kanan)
Foto: Antara
Wakil Ketua MPR, Lukman Hakim Saifudin (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, PALU - Amandemen terhadap  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 kembali digaungkan. Namun, hal itu hanya terjadi di beberapa elite politik saja.

"Isu-isu amandemen undang-undang itu terkait beberapa hal seperti eksistensi peran DPD (Dewan Perwakilan Daerah) dan isu-isu korupsi sehingga ada yang ingin agar KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) juga masuk dalam Undang-Undang Dasar 1945," beber Wakil Ketua MPR RI Lukman Hakim Saifuddin di Palu, Kamis (27/9) malam.

Lukman bersama sejumlah jajaran anggota MPR RI hadir di Palu dalam rangka pelatihan pelatih sosialisasi empat pilar negara di lingkungan organisasi keagamaan Provinsi Sulawesi Tengah.

Pelatihan tersebut diikuti 100 peserta terdiri dari guru-guru agama, dosen, pendidik pondok pesantren dan perwakilan organisasi keagamaan. Kegiatan berlangsung lima hari dan dibuka oleh Lukman Hakim, Kamis malam.

Kepada wartawan Lukman mengatakan UUD 1945 masih memungkinkan diamandemen sepanjang itu kehendak mayoritas rakyat di negeri ini. "Undang-undang Dasar 1945 itu kan bukan kitab suci oleh sebab itu masih ada yang menginginkan diamandemen," katanya.

Dia mengatakan, isu-isu yang tengah menggelinding untuk dimasukkan dalam UUD 1945 antara lain adalah penguatan peran KPK karena ada sebagian yang khawatir jika KPK tidak masuk dalam UUD 1945 eksistensinya bisa terancam.

Selain itu kata dia, peran DPD juga ingin diperkuat dalam konstitusi negara. "Tapi ini masih isu-isu di kalangan elit, belum menjadi kehendak masif masyarakat kita," katanya.

Terkait dengan sosialisasi empat pilar negara yakni Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika, kata Lukman, harus dikokohkan kembali di tengah masyarakat. Dia mengatakan, Pancasila diakui oleh dunia sebagai perekat bangsa yang terdiri dari banyak pulau dan suku bangsa ini.

Dia mengatakan, Pancasila pada era orde baru masih ditafsirkan sepihak oleh penguasa sehingga dulu Pancasila identik dengan penguasa. Padahal kata Lukman, Pancasila mestinya terbuka untuk ditafsirkan oleh semua kalangan.

Lukman mengatakan, di era reformasi, nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila mulai terkikis sehingga sedikit saja pemantik konflik terjadi dimana-mana, korupsi merajalela, keadilan tercabik-cabik. "Kekayaan kita hanya dinikmati oleh segelintir orang. Inilah yang mau diperbaiki," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement