Kamis 27 Sep 2012 10:40 WIB

'Jokowi Jangan Terapkan Politik Hutang Budi'

Jokowi
Foto: Antara
Jokowi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menginginkan agar Joko Widodo saat menjadi Gubernur DKI Jakarta untuk tidak menerapkan politik "hutang budi" dan tetap menjunjung tinggi penegakan hak asasi.

"Kami meminta saudara Joko Widodo untuk tidak menerapkan politik 'hutang budi'," kata Koordinator Kontras Haris Azhar dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (27/9).

Kontras juga mengutarakan harapannya agar partai politik, konstituen, dan simpatisan Jokowi agar mengedepankan sistem koreksi terhadap para pelaku pelanggaran HAM berat.

Mekanisme koreksi tersebut, ujar dia, sangat diperlukan guna mengidentifikasi orang-orang yang terlibat kejahatan HAM di masa lalu. 

"Jika ditemukan keterlibatan tersebut, maka orang tersebut harus tidak diperkenankan untuk menduduki jabatan struktural ataupun jabatan politik dalam pemerintahan," katanya.

Berdasarkan hasil hitung cepat sejumlah lembaga survey di sejumlah media elektronik menyebutkan bahwa pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama unggul atas pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli dalam Pilkada DKI Jakarta.

Untuk itu, Kontras juga meminta masyarakat Jakarta dan masyarakat Indonesia secara lebih luas untuk menyadari bahwa realitas kemenangan Jokowi harus tidak menjadi jembatan politik untuk pemenangan figur yang diduga melanggar HAM dalam Pemilihan Presiden 2014.

"Kemenangan Jokowi harus dimaknai sebagai suara rakyat, dan suara rakyat hendaknya ditempatkan untuk tujuan-tujuan kewargaan yang menjunjung tinggi HAM, termasuk di dalamnya mendukung penuh penyelesaian kasus penculikan penghilangan paksa 1997/1998," kata Haris Azhar.

Ia juga mengingatkan, terutama untuk partai politik, bahwa semua pelanggar HAM yang berat harus bertanggung jawab terlebih dahulu di peradilan yang jujur sebelum maju mencalon diri menjadi presiden atau pejabat publik.

Koordinator Kontras menegaskan, impunitas bukanlah pembebasan tanggung jawab dimuka proses hukum, dan alasan keterpaksaan "tugas negara di masa lalu" tidak dapat diterima.

"Apalagi, korban dan penderitaannya masih meluas hingga hari ini. Sebagai contoh, yang dihilang masih belum kembali. Kejahatan seperti ini tidak akan lekang dimakan waktu," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement