REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -— Indonesia Corruption Watch (ICW) mendorong agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat menjadikan laporan keuangan sebagai salah satu persyaratan bagi partai politik (parpol) untuk dapat menjadi peserta pemilu. Ini sebagai upaya untuk melakukan reformasi dan transparansi partai politik.
Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Abdullah Dahlan, menjelaskan, dengan meminta laporan keuangan bisa memperbaiki manajemen parpol. Pasalnya, selama ini banyak politikus yang tersangkut kasus korupsi. Bahkan, di beberapa kasus sulit dikatakan bahwa keterlibatan para politikus itu telah mendapat restu dari partai yang bersangkutan, yaitu untuk mendukung pendanaan partai.
‘’Misal kasus Wisma Atlet yang diduga kuat digunakan untuk kepentingan partai, yaitu untuk pemenangan kongres. Kemudian ada kasus suap BI yang diperkirakan ada agenda kampanye capres,’’ katanya di Jakarta, Kamis (13/9).
Ia menjelaskan, eratnya kaitan itu yang turut membuat meningkatnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap parpol saat ini. Makanya, penting untuk mendorong adanya reformasi partai, khususnya keterbukaan mereka dalam mengelola keuangan. ‘’Karena masalah terbesar parpol di Indonesia itu tidak punya pendanaan mandiri. Makanya, yang dibancak itu program dari APBN dan APBD,’’ cetusnya.
Ia menduga, jika dipaksa sebenarnya parpol bisa membuat laporan keuangan yang kemudian bisa diakses semua orang. hanya saja, memang karena ada aspek ketidakjujuran terkait sumber pendanaan, makanya hal itu menjadi sulit terwujud.
Bagi parpol, ujarnya, langkah ini bisa menjadi pencitraan karena mencerminkan manajemen institusi yang sehat. Malah, kata dia, jika partai politik enggan mempublikasikan laporan keuangannya, maka bisa diartikan ada masalah di keuangan di partai tersebut.
‘’KPU kami nilai terlalu khawatir mengambil inovasi hanya karena di lingkup UU Pemilu hal itu tidak diatur. Ini hanya masalah administrasi. Karena itu harusnya bisa menjadi instrument syarat yang ditetapkan KPU,’’ pungkas Abdullah.