Rabu 12 Sep 2012 20:24 WIB

PDIP Waspadai Kanibalisme Parpol tak Lolos Verifikasi

Rep: Mansyur Faqih/ Red: Djibril Muhammad
Tumpukan berkas persyaratan verifikasi partai politik saat melakukan proses pendaftaran peserta pemilu di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Senin (3/9).
Foto: Prayogi
Tumpukan berkas persyaratan verifikasi partai politik saat melakukan proses pendaftaran peserta pemilu di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Senin (3/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus mengantisipasi adanya praktik kanibalisme partai politik pada proses verifikasi administrasi menjadi peserta pemilu 2014. Yaitu, adanya partai yang tengah menjalani proses verifikasi yang membeli partai-partai yang tak lolos pada tahapan pendaftaran.  

"Saya takutnya ada kanibalisme itu. Jadi 12 partai yang tak lolos itu ada yang menjual KTA-nya ke partai yang sedang membutuhkan KTA sebagai syarat verifikasi," kata anggota Komisi II dari fraksi PDI Perjuangan, Arif Wibowo di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (12/9).

Sesuai dengan UU Nomor 8/2012 tentang Pemilu, proses verifikasi untuk menjadi peserta pemilu mendatang memang sulit. Antara lain, syarat kepengurusan 100 persen di tingkat provinsi, 75 persen di tingkat kabupaten/ kota di provinsi yang bersangkutan, dan 50 persen di tingkat kecamatan di kabupaten/kota yang bersangkutan. Serta, syarat penyertaan kartu tanda anggota (KTA) sebanyak seribu per kabupaten. Atau satu per seribu dari jumlah penduduk di satu kabupaten.

Syarat ini memang menjadi ganjalan utama bagi sebagian besar partai politik. Bahkan, syarat itu juga yang menjadi ganjalan mayoritas dari 12 partai yang tak berhasil lolos pada tahapan pendaftaran.

"Bisa saja, nanti partai yang 34 itu mengkanibalis KTA dari 12 partai yang tidak lolos itu. Jadi langsung dibuatkan KTA baru untuk mereka," papar Arif yang merupakan mantan Ketua Pansus RUU Pemilu tersebut.  

Praktik itu, lanjutnya, akan mencemari proses demokrasi di pemilu. Pasalnya, akan semakin menguatkan konsep pragmatisme yang selama ini telah menjalar ke banyak partai politik.

Namun, ucap Arif, memang sulit untuk mencegah hal tersebut terjadi. Pasalnya, itu bisa ditutupi dengan pengakuan untuk mengakomodasi hak setiap orang untuk bergabung ke sebuah partai politik. Apalagi, penyelenggara pemilu tak pernah mengetahui data anggota partai.

Penyelenggara pemilu hanya mengetahui mengenai keanggotaan partai ketika membuka pendaftaran untuk menjadi peserta pemilu. Itu pun tidak diketahui berapa lama orang tersebut telah menjadi anggota partai politik. Sehingga, memungkinkan untuk adanya praktik jual-beli KTA untuk memenuhi syarat lolos sebagai peserta pemilu.

"Harusnya diatur mengenai usia dan masa keanggotaannya. Misalnya minimal telah menjadi anggota partai politik dan memiliki KTA selama lebih dari tiga tahun. Jadi data yang disampaikan partai politik itu memang benar-benar kader," jelasnya.

Ia mengaku PDI Perjuangan sudah siap jika memang diterapkan seperti itu. Pasalnya, saat ini partai kepala banteng itu telah memiliki delapan juta anggota. Umumnya pun merupakan kader yang telah lebih dari tiga tahun memegang KTA.

"Di kita itu KTA tak jadi masalah. Justru saat ini bisa dibilang sulit untuk menjadi aggota karena kita menggunakan KTA nasional. Jadi, pembuatan KTA lebih lama karena harus dari tingkat nasional," cetusnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement