Senin 03 Sep 2012 21:43 WIB

Tolak PLTU, Warga Batang Kembali Demo

Rep: Afriza Hanifa/ Red: Chairul Akhmad
Sejumlah warga yang tergabung dalam Paguyuban Rakyat Batang Berjuang untuk Konservasi membentangkan spanduk sambil meneriakkan tuntutan mereka saat berunjuk rasa menolak rencana pembangunan PLTU Ujungnegoro-Roban, di PTUN Semarang, Jateng, Senin (3/9).
Foto: Antara/R Rekotomo
Sejumlah warga yang tergabung dalam Paguyuban Rakyat Batang Berjuang untuk Konservasi membentangkan spanduk sambil meneriakkan tuntutan mereka saat berunjuk rasa menolak rencana pembangunan PLTU Ujungnegoro-Roban, di PTUN Semarang, Jateng, Senin (3/9).

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG – Ribuan waga Batang menggelar aksi penolakan pembangunan PLTU di depan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jateng, Senin (3/9).

Demo tersebut merupakan aksi penolakan kesekian kalinya, namun suara mereka tak pernah tersambut.

Sengketa pembangunan PLTU di Ujungnegoro-Roban tak juga menemukan solusi penyelesaian. Sejak April lalu, warga Batang terus saja menolak pembangunan PLTU yang menurut mereka akan melintasi kawasan taman pesisir dan lahan subur.

Hingga kini, warga bersikeras menolak sedang pemerintah berkukuh melanjutkan proyek tersebut. Tak didengar pemkab maupun pemprov, warga Batang pun mengadu ke PTUN Jateng, Senin (3/9).

Diangkut 26 truk, sekitar 1.500 warga mendatangi kantor yang berlokasi di Jalan Abdur Rahman Saleh Semarang tersebut. Mereka pun didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang dan Greenpeace.

Mengusung bendera dan poster, mereka menyerukan penolakan pembangunan PLTU Batu bara di kawasan konservasi laut. Selain itu, mereka juga menolak karena kawasan tersebut sangat subur. Mereka pun membawa hasil panen seperti singkong dalam aksi tersebut.

Salah seorang warga dari Paguyuban Rakyat Batang Berjuang Untuk Konservasi, Salim mengatakan, banyak kekhawatiran yang timbul jika PLTU tersebut berdiri. Bukan hanya penyakit, namun mereka juga terancam kehilangan mata pencaharian.

"Sejak awal rencana pembangunan PLTU di desa kami, kami sudah menolak karena dikhawatirkan proyek ini merenggut mata pencaharian kami, sebagai petani dan nelayan," ujarnya sedih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement