Jumat 17 Aug 2012 00:20 WIB

RAPBN 2013, Pemerintah Gunakan Lifting Gas

Rep: Esthi Maharani/ Red: Hazliansyah
  Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Foto: Haji Abror Rizki/Rumgapres
Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan menambah satu basis perhitungan penerimaan negara di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2013. Yakni lifting gas.

Pemerintah mengasumsikan lifting gas di 2013 berada pada kisaran 1,36 juta barel setara minyak per hari. “Mulai RAPBN tahun 2013, Pemerintah juga akan menggunakan lifting gas, sebagai salah satu basis perhitungan penerimaan negara yang berasal dari sumber daya alam selain minyak mentah,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat menyampaikan pidato RAPBN 2013 beserta nota keuangannya di ruang rapat paripurna, DPR, Kamis malam (16/8).

Pemerintah pun telah menetapkan sasaran dan asumsi ekonomi makro yang akan dijadikan dasar dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2013 yang juga dijadikan basis perhitungan berbagai besaran RAPBN 2013.

Untuk pertumbuhan ekonomi, pemerintah mematok diangka 6,8 persen. Laju inflasi sebesar 4,9 persen. Suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan 5 persen. Nilai tukar rupiah Rp 9.300 per USD. Harga minyak 100 dollar AS per barel. Lifting minyak 900 ribu barel per hari.

Presiden mengatakan, sasaran dan asumsi yang ditetapkan pada 2013 banyak dipengaruhi faktor internal. Terutama perkembangan harga minyak mentah.

“Karena perkembangan harga minyak di pasar Internasional sangat mempengaruhi perekonomian dan kondisi APBN kita,” katanya.

Dalam beberapa bulan terakhir ini, lanjut dia, harga minyak penuh dengan gejolak ketidakpastian. Pada bulan Maret 2012 yang lalu, harga minyak mentah Indonesia (ICP) sempat melambung menyentuh angka rata-rata 128 dollar AS per barel. Namun, sejak bulan April 2012, harga ICP terus menurun hingga pada kisaran 99 dollar AS per barel pada Juni 2012.

“Meskipun cenderung menurun, harga minyak dunia saat ini relatif masih tinggi, dan tetap berpotensi memberikan beban yang cukup berat bagi APBN kita,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement