REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pelaut Indonesia bersama tiga pelaut dari Malaysia, Thailand, dan Iran, sejak Sabtu (4/8) disandera oleh perompak bersenjata Nigeria.
Presiden Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) Hanafi Rustandi dalam siaran persnya yang diterima di Jakarta, Kamis (9/8), menyatakan, mereka diculik dari tongkang "BG Jascon 33", Sabtu dini hari waktu setempat, saat kapal berbendara St. Vincent tersebut berada sekitar 35 mil dari pantai Nigeria.
Kapal milik perusahaan di Belanda itu sedang mengangkut awak yang akan bekerja di pengeboran minyak lepas pantai, ketika tiba-tiba satu kelompok bersenjata api menyerang dan membajak kapal tersebut.
Petugas Angkatan Laut Nigeria yang mengawal kapal mencoba melakukan perlawanan, tapi dua anggota AL itu akhirnya tewas ditembak perompak. Sampai sekarang, nasib dan keberadaan keempat pelaut yang diculik itu belum jelas.
Kementerian Luar Negeri sudah memerintahkan Kedubes RI di sana untuk memantau peristiwa yang menimpa pelaut Indonesia. "Selain berkoordinasi dengan Kemlu RI, kita juga sudah menanyakan ke Kedubes Nigeria di Jakarta tentang langkah-langkah yang diambil dan kondisi terakhir, namun belum ada jawaban," kata Hanafi.
Besar dugaan, penyanderaan oleh kelompok bersenjata itu bertujuan meminta tebusan. Untuk membebaskan pelaut Indonesia, Hanafi mendesak pemerintah RI segera melakukan koordinasi dengan pemerintah Nigeria, perusahaan Belanda selaku pemilik kapal, dan negara bendera kapal (St Vincent).
"Pemerintah RI tidak bisa berjalan sendiri untuk membebaskan pelaut Indonesia," ujarnya.
Menurut Hanafi, pelaut Indonesia yang disandera itu bernama Glenny Ferdinand Rugebregt, asal Maluku, yang baru beberapa bulan bekerja di kapal tersebut.