Selasa 29 May 2012 20:28 WIB

PKS: RUU Pemda untuk Memberikan Kewenangan Pusat ke Daerah

Rep: Mansyur Faqih/ Red: Djibril Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai, RUU Pemda perlu mengatur keseimbangan kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah. Artinya, harus jelas mana hal yang memang menjadi kewenangan pemerintah pusat dan mana yang jadi kewenangan daerah.

"RUU Pemda ini mengenai pengaturan tentang pemerintah daerah. Jadi sifatnya memberikan pengaturan. Pola hubungan pemerintah di daerah antara kepala daerah dan wakil. Kemudian menyangkut masalah ekonomi daerahnya, pemilihan kepala daerah dan lain-lain," kata anggota Pansus RUU Pemda dari PKS, Hermanto di Jakarta, Selasa (29/5).

Menurutnya, RUU ini merupakan bagian dari pecahan UU Nomor 32/2004 tentang pemerintahan daerah. Selain UU Pemda, peraturan itu juga dipecah menjadi UU Pilkada dan UU Desa. Karenanya, yang perlu dicermati yaitu RUU Pemda dimaksudkan untuk mengatasi konflik yang terjadi dalam pola hubungan selama ini.

Menurutnya, dalam beberapa hal usulan pemerintah memang terkesan terlalu sentralistik. Ini merujuk pada dasar sebagai negara kesatuan. Yaitu, terkait dengan kepentingan untuk mengamankan kewenangan yang diberikan pusat ke daerah.

Namun, jika terlalu sentralistik, maka dikhawatirkan pemda tidak akan demokratis. Pasalnya, dalam undang-undang itu juga harus memuat mengenai inovasi daerah. Yaitu, memungkinkan daerah untuk membangun wilayahnya sesuai potensi yang ada.

"Karena itu, sebenarnya RUU ini lebih kepada bagaimana pengaturan pemerintah memberikan sejumlah kewenangannya kepada pemda. Ada kewenangan pemerintah pusat yang dilimpahkan ke pemda," lanjut dia.

Jika memberikan pengaturan yang terlalu ketat sehingga tak ada keleluasaan bagi pemda, hal itu dianggapnya tak baik juga bagi daerah.

Mengenai usulan wakil kepala daerah diambil dari PNS, ia menilainya harus ada aturan yang membuat pegawai negara menjadi netral. Pasalnya, selama ini faktanya banyak PNS yang dimobilisasi untuk kepentingan pilkada. Sehingga, ketika ada kepala daerah baru pasti ada PNS yang non-job. 

"PNS harusnya bisa naik secara vertikal, atau dirotasi secara horizontal. Mestinya karena PNS itu pegawai negara harus ada semacam pengaturan yang lebih bisa berprestasi," ungkap dia.

Apalagi, selama ini juga sering terjadi konflik antara kepala daerah dan wakilnya yang kemudian menjadi masalah bagi daerah. "Setelah terpilih bulan madu kepala daerah tidak lama. Baru sebulan sudah beda sikap dan pandangan. Sehingga tak efektif menjalankan programnya. Pengaturan ini harus diakomodasi sehingga konfliknya tak muncul," pungkas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement