Senin 14 May 2012 22:22 WIB

Demi Evakuasi Sukhoi, Abidin Rela Tinggalkan Keluarga

 Tim SAR gabungan dari TNI, Polri, dan sejumlah elemen masyarakat menyusuri hutan untuk mengupayakan evakuasi korban pesawat Sukhoi di Gunung Salak, Kabupaten Bogor, Jum'at (11/5).
Foto: Aditya Pradana Putra/Republika
Tim SAR gabungan dari TNI, Polri, dan sejumlah elemen masyarakat menyusuri hutan untuk mengupayakan evakuasi korban pesawat Sukhoi di Gunung Salak, Kabupaten Bogor, Jum'at (11/5).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR - Bagi Abidin, koordinator Palang Merah Indonesia Kabupaten Bogor, meninggalkan keluarga menjadi pilihan demi membantu proses evakuasi korban Sukhoi Superjet 100. "Hampir lima hari, pakaian belum diganti. Ini pakaian sejak berangkat dari rumah pada Rabu (9/5) sampai sekarang," katanya di Lapangan Pasir Pogor, Cipelang, Bogor, Jawa Barat, Senin (14/5).

Dia selama lima hari jatuh bangun mengoordinasikan personel PMI untuk terus menerus membantu proses evakuasi tersebut, dan itu bukanlah perkara yang mudah. Namun semuanya bisa teratasi berkat ketulusannya untuk menolong sesamanya.

Dia mengaku menerima informasi tentang musibah itu pada Rabu (9/5), seusai rapat di PMI Kabupaten Bogor di Cibinong. "Saya mendapatkan informasi itu hingga diminta rapat di kantor Polres Bogor untuk berkoordinasi menangani musibah Sukhoi," katanya.

Kemudian dirinya langsung memobilisasi anggota PMI dengan mengirimkan pesan singkat ke sejumlah anggota PMI baik di Kota Bogor maupun Jakarta. "Saya mengirimkan pesan singkat sejak pukul 18.30 WIB. "Alhamdulillah, anggota yang di-sms pada merespons," katanya.

Hingga akhirnya pada Kamis (10/5), bisa terkumpul 80 relawan hingga mengikuti apel di Gunung Bunder atau kaki Gunung Salak dari arah Cibatok, Bogor.  "Selain itu, 15 kendaraan ambulans pun siap, termasuk empat unit heli," katanya.

"Saya langsung mengoordinasikan relawan untuk ditempatkan dalam perbantuan proses evakuasi," katanya. Ia mengatakan soal letih memang letih, tapi soal kemanusiaan harus dikedepankan.

Menurut bapak empat anak ini soal kemanusiaan di PMI sudah bukan hal yang baru. Dia antara lain pernah terlibat dalam kegiataan kemanusiaan seperti peristiwa tsunami di Flores tahun 1992, gempa di Liwa pada 1992, tsunami Aceh pada 2005, gempa Yogya dan musibah letusan Gunung Merapi pada 2011.

"Dari kelahiran empat anak saya, hanya pada kelahiran si bungsu saja saya bisa mendampingi istri, sisanya saya tengah berada di tempat bencana," katanya."Alhamdulillah, istri dan keluarga mengerti atas tugas ini. Karena ini adalah ibadah juga," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement