REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia saat ini membeli minyak dari negara produsen minyak di luar negeri masih melalui jasa perantara. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai cara-cara pembelian lewat perantara itu berpotensi menimbulkan penyimpangan dan korupsi.
Menurut Wakil Ketua KPK Zulkarnaen, Indonesia saat ini tidak lagi menjadi negara pengekspor minyak. Kemudian, Indonesia pun harus membeli minyak dari salah satu negara produsen minyak.
Namun, untuk membeli minyak dari negara produsen minyak ini, Indonesia menggunakan jasa salah satu perusahaan perantara atau agen yang ada di Singapura. Indonesia tidak membeli minyak tersebut langsung dari negara produsen minyak tersebut.
"Kenapa demikian? kenapa tidak langsung G To G (langsung antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara produsen minyak) saja? kenapa harus lewat perantara,?" kata Zulkarnaen saat dihubungi Republika, Kamis (12/4) pagi.
Menurut Zulkarnaen, cara-cara pembelian minyak ini rawan akan praktik penyelewengan dan korupsi. Pihaknya menyinyalir dalam pembelian ini ada permainan yang mengungtungkan pihak-pihak tertentu.
Keuntungan yang menurutnya tidak wajar itu, bisa diberikan kepada perusahaan perantara tersebut atau dari perusahaan perantara itu dibagi kepada pihak-pihak tertentu yang bisa jadi adalah pejabat dari Indonesia. Menurut Zulkarnaen, hal tersebut bisa menimbulkan kerugian negara yang amat besar.
"Ya bayangkan saja belinya kan pakai dollar," kata Zulkarnaen tanpa memerinci berapa jumlah angka pasti potensi kerugian negaranya.