REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Molornya rapat paripurna terkait rencana menaikan harga BBM bersubsidi selama enam jam dituding karena sikap Partai Demokrat dan Golkar.
"Demokrat dan Golkar muter-muter terus. Kalau PKS dari habis Maghrib dianggap selesai lobi," kata Wasekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mahfudz Siddiq di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (30/3).
Ia menilai, rapat ini bisa saja dibuat mudah jika memang diinginkan begitu. Artinya, kata dia, ketika ada usulan penambahan pasal 7 ayat 6, maka seharusnya pembahasan difokuskan pada hal itu saja.
"Tapi ini malah dicari formula baru yang tidak menyebut angka sama skali. PKS tidak mau. Karena itu pagar pengaman terakhir untuk kenaikan BBM. Apalagi, kita yakin postur APBN itu masih cukup memungkinkan," ujar Ketua Komisi I DPR tersebut.
Awalnya, Mahfudz mengakui menghargai adanya upaya dari pimpinan partai yang mencoba mengerucutkan pandangan yang beragam. Hanya saja, melihat perkembangan lobi yang tak kunjung usai, ia mendorong agar dikembalikan ke paripurna. Sehingga, bisa diambil keputusan secara voting.
"Sikap PKS, kita minta tetap dipertegas syarat 20 persen, itu penting. Kalau dilihat itu angka tertinggi yang diajukan. Kalau dihilangkan, maka PKS mengajukan dua opsi. Ada tambahan pasal atau tidak," tegas dia.
Alasannya, 20 persen dianggap angka yang aman untuk pemerintah dan rakyat. Karena angka itu yang memastikan tidak adanya kesempatan bagi pemerintah untuk menaikkan BBM.