REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Wakil Gubernur Jawa Barat, Dede Yusuf mempromosikan pemakaian biofuel dari singkong Biosing sebagai energi alternatif pengganti BBM. Untuk memenuhi permintaan Biosing dari Cina, dibutuhkan sekitar 300 ribu lahan.
"Biosing ini, bisa digunakan untuk mengantisipasi kenaikan harga BBM," ujar Dede usai Mendemonstrasikan Penggunaan Biosing pada Motor dan Mobil Dinas Toyota Camry 3.000 CC di Halaman Gedung Sate, Jumat (9/3).
Menurut Dede, sudah beberapa bulan dirinya menggunakan biosing dengan oktan 97 dan 114 dicampur Pertamax. Bahan tersebut, digunakan di motor 150 CC untuk melakukan perjalanan dinas hingga ke pelosok daerah.
Sejauh ini, kata dia, saat mengendarai kendaraan tersebut dirinya tidak menemukan masalah teknis. Harga produksi dasar biosing ini, sebesar Rp 4.500 per liter. Biosing, menurut Dede, sudah dikembangkan selama lima tahun dan menunjukan kualitas bahan bakar oktan tinggi sekelas Pertamax. Namun, harganya realtif lebih murah dari bensin.
Untuk pengembangan Biosing tahap awal ini, kata Dede, Pemprov Jabar akan mendukung dengan menyediakan lahan tidur dan lahan kritis yang bukan lahan sawah.
Lahan tersebut, kata dia, akan dijadikan areal perkebunan singkong untuk mendukung produksi bahan baku Biosing. Namun, untuk menjadikan Biosing ini sebagai bahan bakar alternatif komersil, masih harus dilakukan pendekatan pemerintah pusat.
Dede yakin, pemerintah pusat akan menyambut baik. Karena, Biosing sangat menjanjikan. Apalagi, pemerintah menargetkan 25 persen energi alternatif dipakai pada 2025. Pemerintah pun, akan mengusahakan setiap SPBU menjual biofuel sekitar dua persen.
"Kami optimistis bisa memenuhinya dengan menunjukan pemakaian yang efektif," tutur Dede
Pemilik Biosing, S Adibrata mengatakan, untuk memproduksi Biosing Ia membutuhkan dukungan pemerintah Provinsi Jabar untuk menyediakan lahan sekitar 300 ribu hektare. Karena, Cina membutuhkan Biosing ini sekitar 100 ribu ton per hari.
Adibrata mengaku, sudah menandantangani kontrak untuk memasok permintaan dari Cina tersebut. Sementara saat ini, kapasitas produksi di pabrik Ciawi, Bogor, baru mencapai 5.000 liter per hari dari 3.700 hektar lahan singkong.
Permintaan biofuel, kata dia, memang sangat tinggi. Namun, bahan baku di semua negara masih berkiblat ke Asia Tenggara khususnya Indonesia. "Apalagi, singkong kan tumbuhan endemik di Indonesia," ujar Adibrata.
Adibrata menjelaskan, satu liter Biosing dengan oktan Pertamax bisa didapat dari 6 kilogram singkong. Proses pembuatannya, membutuhkan waktu selama 72 jam.
Berbeda dengan biofuel dari biji pohon Jarak, kata dia, biofuel dari singkong bisa mendatangkan nilai ekonomis lebih. Karena, sisa berupa ampas singkong bisa dijual seharga Rp 1.200/kg. Ampas ini, bisa dijadikan minyak kompor. Sementara, sampah cairnya bisa difermentasi sebagai pupuk organik untuk menyuburkan lahan singkong.
"Kami mengharuskan semua tanaman menggunakan pupuk organik ini jadi singkong makan singkong,'' imbuh Adibrata.