REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Tingkat keberhasilan penangkaran burung Maleo, salah satu jenis satwa endemik Sulawesi di kawasan konservasi Hungoyono, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW), mencapai 50 persen.
Usman, Asisten Peneliti dari Wildlife Conservation Society (WCS), sebuah organisasi lingkungan yang menangani kelestarian Burung Maleo mengatakan sebelumnya tingkat keberhasilan hanya mencapai 30 persen.
"Kini sudah 3.300 ekor burung maleo yang ditangkarkan dan dikembalikan ke habitatnya semula," katanya, Selasa.
Dia mengatakan, tingkat keberhasilan ini tidak lepas dari iklim yag kondusif serta makin kurangnya tingkat perburuan burung Maleo.
Namun demikian, kata dia, keberadaan burung pemalu yang dikenal antipoligami ini, masih terancam, antara lain karena maraknya aktivitas pertambangan dan pembabatan hutan.
"Aktivitas pertambangan dan pembabatan hutan itu akan merusak habitat burung maleo," kata dia.
Kamp Hungoyono yang masuk dalam wilayah Kabupaten Bone Bolango, lanjutnya, merupakan tempat terbesar habitat burung Maleo di Gorontalo, di kawasan ini WCS mendirikan empat tempat penangkaran burung maleo untuk mencegah kepunahan.
Burung maleo yang juga dikenal sangat pemalu ini, pada umumnya bertelur di tempat-tempat yang memiliki panas bumi, seperti di tepi pantai, dan di di kawasan yang memiliki energi panas bumi (Geothermal), seperti halnya yang terdapat di Hungoyono.
Habitat burung maleo di Gorontalo, juga terdapat di cagar alam Panua, Kabupaten Boalemo dan Pohuwato.