Ahad 19 Feb 2012 07:44 WIB

Indonesia Masuk Daftar Hitam Negara yang Gagal Soal Anti-Pencucian Uang

 Terdakwa kasus penggelapan dan pencucian uang nasabah Citibank, Inong Malinda Dee saat menjalani sidang perdana di   Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, hari ini (8/11).
Foto: Republika/ Yogi Ardhi
Terdakwa kasus penggelapan dan pencucian uang nasabah Citibank, Inong Malinda Dee saat menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, hari ini (8/11).

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan menyesalkan Indonesia masuk daftar hitam negara-negara yang gagal memenuhi standar internasional antipencucian uang.

"Kami menyesalkan Republik Indonesia 'di-blacklist' karena gagal mengatasi 'money laundering'," kata fungsionaris DPP PDI Perjuangan, Eva Kusuma Sundari, menjawab pertanyaan ANTARA dari Semarang, Minggu pagi.

Sebelumnya, dalam pertemuan Financial Action Task Force (FATF) di Paris, Prancis, Jumat (17/2), seperti dikutip Reuters, Sekretaris Eksekutif FATF Rick McDonell menganggap Indonesia tidak mampu memenuhi rekomendasi yang dibuat untuk memerangi pencucian uang dan pendanaan terorisme.

Bahkan, pada Oktober 2011, Badan Pengawas Pencucian Uang Internasional itu telah memperingatkan Indonesia bersama 17 negara lain agar mengatasi ketertinggalan pelaksanaan standar internasional.

Diakui oleh FATF --saat itu-- bahwa Indonesia telah membuat perkembangan signifikan dengan menerbitkan undang-undang antipencucian uang. Namun, masih terdapat tiga kekurangan.

Tiga kekurangan yang dimaksud, pertama belum mengkriminalkan pendanaan teroris, kedua belum menetapkan dan mengimplementasikan prosedur yang memadai untuk mengidentifikasi serta membekukan aset teroris.

Ketiga, masih perlu mengamendemen dan menerapkan undang-undang atau instrumen lain agar dapat sepenuhnya melaksanakan "Konvensi Internasional untuk Menekan Pendanaan Terorisme" yang dikeluarkan pada 1999.

Eva yang juga anggota Komisi III DPR RI itu menyayangkan Indonesia belum memenuhi rekomendasi dari FATF hingga batas waktu yang telah ditentukan, Februari 2012.

"Hal itu merupakan 'set back' dan menunjukkan pemerintah tidak melakukan usaha yang berarti bagi upaya deradikalisasi," kata Eva yang juga wakil rakyat berasal dari Daerah Pemilihan Jawa Timur 6 itu.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement