REPUBLIKA.CO.ID,
JAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsudin mengemukakan, amandemen Undang-Undang Dasar 1945 untuk kelima kalinya merupakan keperluan dan kepentingan Bangsa Indonesia.
"Amandemen kelima ini diperlukan untuk meluruskan empat perubahan sebelumnya yang ahistoris (memotong akar sejarah dan melenceng dari cita-cita luhur) dan akontekstual (tidak berhimpit dengan latar belakang sosial budaya politik Indonesia yang khas)," kata Din dalam "Pekan Konstitusi" bertema "UUD 1945, Amandemen dan Masa Depan Bangsa" di Jakarta, Senin.
Din mengatakan bahwa konstitusi dasar yang dihasilkan oleh amandemen pertama sampai keempat tidak bersifat Indonesiawi walaupun pada sisi tertentu membawa kebaikan yang tidak bisa dipungkiri. "Hal tersebut terjadi karena semangat untuk mengubah UUD 1945 didorong lebih pada nafsu politik dan pada bagian tertentu juga intervensi atau campur tangan dari luar," kata Din.
Menurut Din, UUD 45 hasil amandemen telah membuat ekonomi Indonesia dikuasai oleh modal asing yang membuat adanya kekerasan modal yang pada bagian-bagian tertentu disponsori oleh negara. Namun dia tidak menjelaskan apa yang dimaksud sebagai kekerasan modal.
"Sekarang kita bahkan tidak menganut sistem trias politika (ajaran politik pemisahan kekuasaan dalam lembaga eksekutif, yudikatif, dan legislatif), karena hanya uang yang berkuasa," kata Din.
Akibat dari berkuasanya uang, menurut Din, negara tidak hadir dalam berbagai persoalan, bahkan menjadi bagian dari persoalan yang dialami oleh rakyat Indonesia.
"Sekarang, sudah ada riak-riak protes dari masyarakat. Dari Bima, Mesuji dan Cikarang. Meskipun hal tersebut tidak disebabkan sepenuhnya oleh kesalahan konstitusi, namun salah satu faktornya tetap merupakan tidak sempurnanya UUD 1945," kata Din.