REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI - Dewan Pengupahan Nasional menilai pangkal persoalan konflik antara buruh dengan pengusaha seperti yang terjadi di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, karena payung hukum masalah penetapan standar kebutuhan hidup layak dalam bentuk Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenakertrans) Nomor 17 tahun 2005 tak ideal.
"Peraturan itu sudah 10 tahun lalu dan dipakai sampai sekarang," kata Sekretaris Dewan Pengupahan Nasional Said Iqbal saat jumpa pers mengenai gugatan UMK Kabupaten Bekasi yang dilakukan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) di Ejip Center, Cikarang, Senin 23 Januari 2012.
Menurut Said, Permenakertrans sudah tak bisa menyelesaikan masalah perburuhan sehingga harus dikaji ulang.
Di antara poin yang harus direvisi adalah standar upah layak yang diukur berdasarkan 46 poin kebutuhan, dinilai terlampau sedikit dan tak relevan digunakan saat ini. Bahkan hasil survei buruh, standar ideal kebutuhan layak saat ini bisa mencapai 170 item.
Menurut Said, banyak poin yang belum diakomodir. Seperti biaya sosial jika ada tetangga yang meninggal dunia atau melangsungkan pernikahan, buruh juga harus mengeluarkan uang.
"Komponen upah layak itu harus dikaji ulang baik kualitas maupun kuantitasnya," katanya.
Dewan pengupahan telah mengajukan permohonan revisi ke Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan dijanjikan dilaksanakan pada Februari tahun ini. "Kami berharap segera direalisasikan," imbuhnya.