REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masalah pecah kongsi alias perceraian yang terjadi antara kepala daerah dan wakilnya yang sering terjadi belakangan ini akan dibawa oleh DPR dan pemerintah dalam pembahasan Rancangan Undang Undang (RUU) Pilkada. "Ketidakharmonisan kepala daerah dan wakilnya sudah sering nampak di permukaan. Mereka tidak dapat bersama melaksanakan tugas sampai akhir masa jabatannya dan kasus terakhir terjadi di DKI Jakarta," ujar Ketua DPR Marzuki Alie di Jakarta, Senin (9/1).
Dengan pembahasan itu, diharapkan ditemukan perbaikan sistem pilkada yang baik dan memberi solusi. Marzuki mengatakan, penyempurnaan ketentuan peraturan perundang-undangan pemilukada tersebut untuk menempatkan mekanisme pemilihan secara demokratis. Selain itu, penyempurnaan juga untuk memperkuat penyelenggaraan pemerintahan daerah yang efektif dan efisien, mereduksi konflik di daerah, serta minimalisasi aspek psikopolitik masyarakat di daerah.
"Di dalam UU Pilkada yang diharapkan lebih komprehensif ini, perlu pengaturan tentang pemilihan langsung wakil kepala daerah dalam satu paket," ujarnya. Pihaknya juga mengatakan bahwa dari laporan Bawaslu sepanjang 2011, setidaknya telah terjadi 1.718 pelanggaran di pemilukada. Sebanyak 33 persen merupakan pelanggaran administrasi, 22 persen atau sejumlah 372 kasus adalah pelanggaran pidana. Sisanya, tidak ditangani lebih lanjut, karena kurang cukup bukti atau kadaluarsa.
Berbagai jenis pelanggaran itu diantaranya berkaitan dengan politik uang, PNS yang tidak netral, yang semuanya tidak bisa ditoleransi walaupun sistem pilkada langsung baru saja diterapkan. "Pimpinan mengharapkan Komisi II DPR atau sekurang-kurangnya Panja Mafia Pemilu dapat menjadikan laporan Bawaslu ini bahan evaluasi," demikian Ketua DPR.