Selasa 20 Dec 2011 13:26 WIB

Kiara: Penyelesaian Kasus Mesuji dan Dipasena Harus Adil

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Chairul Akhmad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Konflik sumber daya alam berbalut pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Lampung kerap terjadi. Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mencontohkan kasus Mesuji dan kisruh tambak Dipasena.

“Komisi III DPR juga mengindikasikan oknum pejabat daerah dan aparat penegak hukum setempat terlibat,” kata koordinator program Kiara, Abdul Halim, Selasa (19/12).

Halim memparkan, dalam pertemuan antara Komisi III DPR dengan jajaran Polda Lampung, Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Lampung Brigjen Polisi Jodie RoosetoJodie, mengatakan ada sekitar 11 perusahaan besar di Lampung yang berkonflik tanah dan berebut sumber daya alam dengan masyarakat. Di antaranya PT Silva Inhutani, PT Barat Selatan Makmur Invesindo, PT Aruna Wijaya Sakti, dan PT Indo Lampung.

Situasi ini, kata Halim, menggambarkan tingginya potensi konflik sumber daya alam di Lampung. Dalam situasi ini, pemerintah sering kali abai dalam penegakan hukum dan lamban dalam melindungi hak-hak masyarakat. Meskipun, pemerintah sudah  mengetahuinya sejak lama.

Sekitar 7.512 petambak Bumi Dipasena menderita akibat kelakuan PT Aruna Wijaya Sakti (AWS). Mereka kehilangan sumber pendapatan dan harus mengungsi. Pendidikan anak-anak dan kehidupan kaum perempuan juga terganggu.

Penyelesaian kasus Mesuji dan kasus Dipasena, kata Halim, harus mengedepankan prinsip seadil-adilnya dan dituntaskan secara menyeluruh. Harapannya, 7.512 kepala keluarga yang berprofesi sebagai petambak udang Dipasena mendapatkan kejelasan atas status sertifikat tanahnya.

"Hingga detik ini tidak ada itikad baik dari PT AWS untuk menuntaskannya. Terbukti, perusahaan mengulur-ulur waktu untuk penyelesaian pemutusan hubungan kemitraan intiplasma dan hak-kewajiban kedua belah pihak," jelas Halim.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement