REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Konflik sengketa wilayah yang terjadi di Mesuji merupakan masalah gunung es. Hal ini diakibatkan ketidakseriusan Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyelesaikan administrasi pertanahan di Indonesia.
Anggota Komisi II DPR-RI yang menangani masalah pertanahan, Arif Wibowo, mengatakan apabila administrasi pertanahan kita masih kacau maka kapan pun permasalah sengketa lahan akan terus terjadi. “Sumber segala masalah tanah dan sengketa lahan di Indonesia ini adalah dari BPN,” ungkapnya, Sabtu (17/12).
Apabila BPN serius mengurusi pertanahan dengan menerbitkan sertifikat dan Hak Guna Usaha (HGU) sesuai Undang-Undang yang berlaku, maka konflik ini bisa diminimalisir.
Permasalahannya menurut Arif, dari BPN inilah sumbernya, beberapa oknum internal baik di pusat maupun di daerah yang sering ‘bermain’ dengan pihak yang berkepentingan dengan lahan tersebut. Yaitu dengan menerbitkan sertifikat tanah atau HGU duplikat. “Sehingga wajar apabila ada tanah yang memiliki sertifikat asli hingga dua hingga enam,” jelasnya.
Ia juga mengusulkan perlunya BPN melakukan evaluasi secara periodik terhadap HGU tersebut, apabila ternyata merugikan negara atau masyarakat sekitar, ada baiknya HGU tersebut dicabut.
Karena itu, menurut Arif untuk menyelesaikan permasalahan agraria adalah perlunya penataan dan pemetaan peruntukan lahan secara ulang diseluruh tanah air. Tujuannya untuk memperjelas peruntukan lahan dan pemanfaatan lahan tersebut.
Apabila ada lahan yang bersengketa, apakah sebagai lahan hunian atau HGU. Maka dilihat nilai historis dan sosiologis dengan mempertimbangkan sisi kemanusiaan, seperti yang terjadi pada tanah adat. “Tidak hanya sebatas legal formal semata,” ujar Arif.
Kenyataannya, seringkali lahan yang sudah dikelola, digunakan dan dimanfaatkan oleh rakyat selama beberapa generasi tiba-tiba dinyatakan BPN sebagai bukan hak miliknya. Inilah yang menimbulkan permasalah di masyarakat, sedangkan mereka sudah membayar retibusi atau pajahttp://cms.republika.co.id/news/createk atas tanah tersebut