Selasa 13 Dec 2011 17:29 WIB

Pengetatan Remisi Bisa Jatuhkan Presiden

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Djibril Muhammad
Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo
Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA —  Partai Golkar serius menggalang hak interpelasi terkait kebijakan pengetatan remisi dan pembebasan bersyarat bagi narapidana kasus korupsi. Anggota Komisi III DPR Fraksi Golkar Bambang Soesatyo mengatakan, partainya bersikukuh menggunakan hak interpelasi untuk mencari keadilan.

Pasalnya kebijakan yang dibuat Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin itu bertentangan dengan hukum sebab berlaku secara diskriminatif. "Golkar gaspol dengan hak interpelasi. Karena jangan sampai negara sewenang-wenang dengan warganya," kata Bambang di Rumah Perubahan, Selasa (13/12).

Pihaknya percaya diri inisiatif partainya itu bakal berhasil. Karena hingga kini ada 100 anggota DPR lebih

yang mendukung digulirkannya hak interpelasi. Mereka berasal dari delapan fraksi di DPR, dan hanya fraksi

Partai Demokrat saja yang seorang diri tidak mendukung kebijakan itu.

Bambang meyakini dasar hak interpelasi sudah tepat, sebab Menkum HAM telah melakukan abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan) dengan membuat aturan yang tidak adil. Aturan dibuat hanya untuk menghantam lawan politik, bukan karena ditujukan demi kepentingan masyarakat luas.

Dijelaskan Bambang, kalau syarat digulirkannya hak interpelasi kuorom, maka DPR bisa memanggil Presiden SBY untuk meminta klarifikasi selaku atasan Menkum HAM. Adapun pihaknya bakal memfokuskan pada tiga pertanyaan, yaitu, apakah presiden mengetahui kebijakan itu, dilaporkan kepada presiden, dan presiden menyetujui kebijakan pengetatan remisi tersebut.

"Kalau Presiden tahu, dan menyetujui bisa di-impeachment (dijatuhkan). Kalau nggak, Presiden pecat menterinya," cetus Bambang.

Komisi III DPR menggunakan hak interpelasi atas kebijakan Menkum HAM terkait keputusan pengetatan remisi dan pembebasan bersyarat bagi koruptor. DPR menilai kebijakan itu tidak memiliki dasar yang jelas dan cacat hukum. Sebab, gara-gara itu, Paskah Suzetta yang seharusnya bebas pada bulan lalu, hingga kini masih mendekam di penjara. Padahal, di hari yang sama ada terpidana koruptor lain bisa bebas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement