Ahad 04 Dec 2011 17:42 WIB

'Koruptor Buron, Sakit, dan Meninggal Hartanya Harus Dirampas'

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Stevy Maradona
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein saat mengikuti wawancara seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta.
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein saat mengikuti wawancara seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta.

JAKARTA — Mantan ketua Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein, menilai RUU Perampasan Aset sangat baik diberlakukan secepatnya. Pasalnya dengan diterapkannya aturan itu, maka negara harus merampas aset milik koruptor.

Dengan begitu, dilakukan proses pemiskinan secara sistematis, dengan bukti dan fakta nyata dalam melakukan penyitaan harta koruptor. Rencananya, RUU Perampasan Aset bulan ini diserahkan kepada Presiden untuk selanjutnya dibahas di DPR.

 “Aturan ini bukan bermaksud mengkriminalisasikan orang, tapi hanya digunakan untuk mengejar dan menyita hasil kekayaan koruptor,” kata Yunus, Ahad (4/12).

Yunus mengatakan, usulan perampasan aset itu wajib berlaku surut sebab, semua harta koruptor yang masih hidup bisa disita untuk negara. Ia menegaskan, penyitaan paksa harta koruptor tidak berseberangan dengan HAM. 

Pihaknya menggarisbawahi, jika aturan perampasan aset diberlakukan, maka hanya bisa digunakan kepada koruptor dalam situasi tertentu. Misal, berstatus buron, dalam keadaan sakit, atau meninggal dunia.

Adapun koruptor yang masih hidup dan sehat harus disidangkan untuk menjelaskan asal muasal kekayaannya. Atau bisa dengan cara pembuktian terbalik agar cepat mendeteksi kekayaan hasil korupsi atau bukan. Pembuktiannya cukup mudah dengan barang atau materi yang dipertanyakan aparat penegak hukum.

Jika tidak bisa menjelaskan, bisa disimpulkan harta itu berasal dari korupsi selama menjabat. “Kesulitannya hanya masalah administrasi, sebab di Indonesia setiap orang mudah memalsukan data. Ini tantangan penyidik,” ujar calon pimpinan KPK itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement