REPUBLIKA.CO.ID,SEMARANG – Sebanyak 50 pasien gagal ginjal bermalam di Balikota Semarang. Tindakan ini dilakukan lantaran mereka kesal karena tidak lagi mendapat jaminan kesehatan untuk cuci darah.
Mereka mendesak Walikota Semarang, Soemarmo, mencabut Peraturan Walikota Nomor 28 Tahun 2009 tentang Panganggulangan Kemiskinan untuk Kesehatan. Pasalnya dalam peraturan yang diberlakukan mulai 1 Oktober lalu ini memberikan batasan maksimal sepuluh kali cuci darah yang dijamin oleh Jaminan Kesehatan Kota (Jamkesmaskot).
“Bagaimana bisa dibatasi, sedangkan saya seminggu dua kali harus cuci darah dengan biaya Rp 600 ribu,” ujar salah satu penderita gagal ginjal, Sutarno (50) saat ditemui di ruang VIP Balaikota Semarang, semalam.
Tarno merasa tidak akan sanggup membayar biaya cuci darah yang dilakukannya setiap Selasa dan Jumat jika tidak dibiayai oleh Jamkesmaskot. Peraturan ini, lanjutnya, akan makin menambah penderitaan pasien. “Pembatasan ini pasti dibuat oleh pejabat yang tidak pernah gagal ginjal. Kalau pernah merasakan gagal ginjal, pasti tidak akan tega mengeluarkan pembatasan kejam ini,” ucapnya.
Warga Mugas Dalam ini bercerita pada Senin (7/11) lalu, dirinya mengambil surat Jamkesmaskot di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Semarang. Salah satu petugas, kata Tarno, mengatakan pengambilan tersebut merupakan pengambilan yang terakhir. Petugas tersebut berdalih jika dana APBD Kota Semarang sudah tidak ada lagi sehingga tidak mampu memberi jaminan cuci darah. “Kata petugas APBD Semarang sudah habis,” ujar Tarno.
Badrun (48) mengalami hal yang serupa seperti yang dialami Tarno. Dirinya tidak lagi mampu cuci darah di RSUD Tugurejo bila tidak dijamin Jamkesmaskot. Badrun berharap pembatasan maksimal cuci darah bisa dicabut sehingga dirinya dan rekan yang lain bisa mendapat bantuan cuci darah. “Kami sudah cukup menderita dengan gagal ginjal ini, masa harus ditambah menderita lagi dengan pembatasan cuci darah,” kata Badrun.